sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

KPU revisi PKPU Nomor 18 Tahun 2019

Hal itu menyusul adanya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) atas uji materi Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.

Achmad Al Fiqri Fadli Mubarok
Achmad Al Fiqri | Fadli Mubarok Kamis, 12 Des 2019 15:17 WIB
KPU revisi PKPU Nomor 18 Tahun 2019

Komisi Pemilihan Umum (KPU) memastikan akan mengatur larangan mantan koruptor untuk maju dalam pemilihan kepala daerah (pilkada). Hal itu menyusul adanya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) atas uji materi Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada pada Pasal 7 Ayat (2) huruf g.

Komisiomer KPU Evi Novida Ginting menyatakan, KPU segera merevisi Peraturan KPU (PKPU) Nomor 18 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan KPU Nomor 3 Tahun 2017 tentang Pencalonan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, atau Wali Kota dan Wakil Wali Kota.

"Tidak lama akan direvisi. Setelah kajian selesai, disusun kembali," kata Evi, saat dihubungi Alinea.id, Kamis (12/12). Revisi PKPU Pilkada 2020 dianggap suatu kewajiban oleh KPU. 

Dikabarkan sebelumnya, Indonesia Corruption Watch (ICW) dan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) menggugat Pasal 7 ayat 2 huruf (g) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan, Wali Kota.

Dalam permohonannya, ICW meminta agar mantan napi kasus korupsi tidak diperbolehkan langsung mencalonkan diri sebagai kepala daerah usai menjalani hukuman. 

Kendati demikian, MK mengabulkan untuk memberikan masa tunggu selama 5 tahun bagi mantan terpidana. Artinya, mantan terpidana baru bisa mencalonkan diri sebagai kepala daerah setelah melalui masa tunggu 5 tahun usai menjalani pidana penjara.

MK menyatakan, Pasal 7 ayat (2) huruf g UU Pilkada bertentangan dengan Undang Undang Dasar 1945. Pasal tersebut juga dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Sementara Wakil Sekretaris Jendral (Wasekjen) PPP Achmad Baidowi mengatakan, menghormati putusan MK. Bagi dia, putusan MK merupakan putusan final dan mengikat.

Sponsored

"Memang begitu proses politik hukum di Indonesia. Kita menganut sistem yang disebut dengan living law, bahwa sistem hukum itu selalu hidup sesuai dengan perkembangan zaman, inilah putusan MK itu," kata pria yang akrab disapa Awiek di DPP PPP, Jakarta Pusat, Rabu (11/12).

Awiek sendiri menegaskan, PPP selalu mendukung segala langkah untuk memberantas korupsi di Indonesia. Berangkat dari itu, Awiek merasa tidak masalah jika MK memutuskan demikian.

PPP sendiri selalu selektif dalam memilih kadernya guna maju dalam setiap kontestasi politik. Baik pileg, pilpres, maupun pilkada, PPP selalu teliti dalam menentukan pilihan.

"Sejak periode-periode kemarin yang namanya eks napi, tidak pernah sama sekali kami usung sebagai calon kepala daerah, termasuk 2020, PPP tidak akan mengusung mantan napi korupsi," tegas Awiek.

Caleg Pilihan
Berita Lainnya
×
tekid