sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Makna pesan keras Mega kepada penguasa

Jokowi ogah menanggapi pidato pedas Megawati yang dialamatkan kepadanya.

Kudus Purnomo Wahidin
Kudus Purnomo Wahidin Kamis, 30 Nov 2023 16:23 WIB
Makna pesan keras Mega kepada penguasa

Ketua Umum PDI-Perjuangan Megawati Soekarnoputri tampil "beringas" dalam rapat koordinasi relawan Ganjar-Mahfud yang digelar JI Expo, Kemayoran, Jakarta Pusat, Senin (27/11). Tanpa menyebut nama, Megawati mengingatkan agar penguasa saat ini tidak bersikap sewenang-wenang. Ia menyebut ada intimidasi dan intervensi kepada masyarakat jelang Pemilu 2024. 

"Bolehkah kamu menekan rakyat? Bolehkah kamu memerintah apa pun juga kepada rakyat tanya melalui perundang-undangan yang ada di Republik Indonesia ini?" ujar Megawati di hadapan relawan Ganjar-Mahfud se-Pulau Jawa. 

Dalam pidato berdurasi sekitar 50 menit, Mega, sapaan akrab Megawati, mengaku sudah jengkel dengan tindak-tanduk penguasa saat ini. Ia bahkan menyebut penyalahgunaan wewenang oleh penguasa bak yang terjadi pada era Orde Baru. 

"Karena apa? Republik ini penuh dengan pengorbanan tahu tidak? Mengapa sekarang kalian yang baru berkuasa itu mau bertindak seperti waktu zaman Orde Baru?" kata putri Sukarno itu. 

Memberikan sambutan pada acara yang sama, Ganjar Pranowo, capres yang diusung PDI-P, tak kalah pedas. Secara khusus, ia menyinggung intimidasi yang dialami sejumlah kepala desa di sejumlah kabupaten di Jawa Tengah. Ia menegaskan tak akan tinggal diam membiarkan kecurangan berlangsung di Pilpres 2024. 

"Saya sudah mendapatkan laporan, kades mulai diperiksa. Maaf, maaf. Saya tidak bisa lagi diam. Bapak, Ibu, tenang. Ada kawan-kawan DPR RI yang akan menggunakan seluruh konstitusinya jika pemilu ini tidak jurdil," ujar mantan Gubernur Jateng tersebut. 

Belum lama ini, sejumlah kepal desa di Wonogiri, Karanganyar, dan Klaten dipanggil Polda Jateng untuk dimintai keterangan. Polisi berdalih ada penggunaan dana desa yang tidak sesuai spesifikasi. Namun, analis menduga para kades itu dipanggil lantaran tak hadir dalam Silatnas Desa 2023 yang dihadiri cawapres Gibran Rakabuming Raka, putra sulung Jokowi. 

Politikus muda PDI-P Aryo Seno Bagaskoro menyebut pidato Mega bukan sekadar gertak sambal. Sebagai tokoh politik yang pernah merasakan kelamnya era Orde Baru, menurut Seno, Mega tak ingin Presiden Jokowi merusak demokrasi yang sudah susah payah dibangun dengan keringat dan darah. 

Sponsored

"Beliau mewanti-wanti agar keadaan itu tidak terulang berdasarkan rangkaian peristiwa yang ada. Sebagai seorang pemimpin perempuan yang sangat matang, Bu Mega membaca suasana politik, dan mengungkapkan isi hati rakyat dengan lantang,"ucap Seno kepada Alinea.id, Selasa (28/11).

Meski begitu, Seno menepis anggapan hubungan Megawati dan Jokowi sudah pada titik kritis. Ia mengungkap belum ada rencana dari PDI-P untuk menarik menteri-menterinya dari kabinet Jokowi. Saat ini, ada 7 kader PDI-P yang berstatus sebagai pembantu Jokowi di kabinet.  

"PDI-Perjuangan memisahkan peran Pak Jokowi sebagai personal politisi dan Pak Jokowi sebagai Presiden RI. Maka, kami menyerahkan sepenuhnya hak (mencopot menteri) itu pada presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan," ucap Seno.

Ditemui wartawan di sela-sela acara Gerakan Tanam Pohon Bersama tersebut di kawasan industri Pulogadung, Jakarta Timur, Rabu (29/11), Jokowi ogah merespons isi pidato Mega itu. "Saya tidak ingin menanggapi," kata dia. 

Aturan main

Analis politik dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Zaki Mubarak menilai Mega sudah jengah dengan praktik-praktik penyelewangan kekuasaan yang dilakukan Jokowi. Zaki menyinggung wacana perpanjangan masa jabatan yang sempat bikin gaduh pada awal 2023 dan skandal di Mahkamah Konstitusi (MK).

"Tampaknya dia membaca gaya-gaya Orba yang main intimidasi, memanfaatkan aparat, mengakali hukum yang kini sedang berlangsung. Mega, sebagai seorang konstitusionalis, ingin aturan main dihormati. Institusi penegak hukum harus netral, tidak mengalami pembusukan seperti MK," kata Zaki kepada Alinea.id, Rabu (29/11).

Jokowi disebut-sebut tengah membangun dinasti politik dengan merestui Gibran sebagai pendamping Prabowo Subianto di Pilpres 2024. Arah dukungan Jokowi kepada Prabowo-Gibran berbeda dengan PDI-P yang telah resmi mendeklarasikan pasangan Ganjar-Mahfud. 

Sikap tegas Mega dan Ganjar kepada penguasa, dinilai Zaki, sudah tepat. Di tengah melempemnya oposisi, ia menyebut elite-elite politik seharusnya berani menyuarakan sikap untuk mengontrol penguasa supaya tidak sewenang-wenang. 

"Sinyalnya Mega ke Jokowi jelas: patuhi konstitusi, tunduk pada hukum, jangan membuat intrik yang merusak demokrasi. Jika itu terus dilanggar, tidak ada bedanya dengan Machiavelli yang menghalalkan semua cara demi berkuasa. Itu yang diingatkan Mega kepada Jokowi," ujar Zaki.

Analis politik dari Universitas Padjadjaran Idil Akbar menilai kritik keras Mega kepada penguasa merupakan pertanda bahwa hubungan Mega dan Jokowi sudah sangat tidak harmonis. 

"Tambah lagi belakangan muncul isu-isu yang memberikan gambaran atas pengerahan aparat kepolisian yang kemudian cukup intens untuk memenangkan Gibran dan juga PSI (Partai Solidaritas Indonesia)," ucap Idil kepada Alinea.id, Selasa (28/11).

PSI saat ini dipimpin Kaesang Pangarep, putra bungsu Jokowi. Sebelumnya, sempat beredar kabar aparat Polri di Jawa Timur telah dikerahkan untuk memasang baliho-baliho Kaesang dan PSI di berbagai daerah. 

Pernyataan Mega, kata Idil, juga jadi peringatan agar Pemilu 2024 tidak dipenuhi kecurangan. "Dengan mengupayakan resource pemerintahan seperti kementerian kepolisian dan TNI. Itu memang bisa diarahkan untuk memenangkan pemilu," ucap Idil.
 

Berita Lainnya
×
tekid