close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Sejumlah santri mengikuti Kirab Hari Santri Nasional 2018 di Mranggen, Demak, Jawa Tengah, Senin (22/10)./AntaraFoto
icon caption
Sejumlah santri mengikuti Kirab Hari Santri Nasional 2018 di Mranggen, Demak, Jawa Tengah, Senin (22/10)./AntaraFoto
Politik
Selasa, 23 Oktober 2018 09:44

Pengamat: Jangan politisasi santri

Selayaknya, santri diperlakukan sebagai salah satu entitas ilmiah, religius dan tidak ada yang boleh mempolitisir oleh kepentingan politik
swipe

Kedua pasangan calon wakil presiden gencar mendatangi pondok pesantren menjelang perhelatan Pilpres 2019.  Safari politik yang dilakukan oleh Capres ke pondok pesantren (ponpes) karena mereka melihat potensi yang besar pemilih dari kalangan santri tersebut.

Pengamat Politik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta Adi Prayitno menegaskan santri bukanlah kayu bakar politik yang hanya disapa lima tahun sekali. Diperhatikan hanya menjelang politik elektoral. 

"Jangan sampai ada politisasi terhadap santri, biarkan santri yang memilih dan menentukan pilihannya sesuai dengan hati nurani mereka," tegasnya kepada Alinea.id, Senin (22/10).

Jika diseret ke politik praktis, ditakutkan terjadi perpecahan politik diantara sesama santri. Selayaknya, santri diperlakukan sebagai salah satu entitas ilmiah, religius dan tidak ada yang boleh mempolitisir oleh kepentingan politik apapun.

"Meskipun mereka merupakan salah satu segmen ceruk pemilih mayoritas, biarkan saja para santri memilih sesuai dengan hati nurani dan sikap politik mereka. Tidak perlu dikapitalisasi dan tidak perlu di kaveling santri A pilih calon ini, santri B pilih calon itu. Karena, dikhawatirkan memunculkan friksi dan pertentangan di bawah," tegasnya.

Dosen Ilmu Politik UIN Jakarta itu pun menjelaskan, pada dasarnya kedatangan para politisi ke pondok pesantren bukan mendatangi para santri, melainkan kiai pondok pesantren tersebut.

Dikarenakan, preferensi pemilih santri tergantung dari seorang kiai atau pengasuh pondok pesantren yang berafiliasi dengan salah satu calon.

"Misalnya pesantren itu mendukung Prabowo atau Jokowi, maka bisa dipastikan santrinya akan mendukung Paslon yang didukung oleh kiai tersebut," sebutnya.

Sehingga, tidak heran Paslon sangat rajin mendatangi pondok pesantren karena suara santri masih sangatlah bergantung bagaimana kiai tersebut menentukan arah politiknya.

Sebenarnya sebagai lembaga pendidikan, pondok pesantren merupakan salah satu tempat yang dilarang dilakukannya kampanye. Larangan tersebut diatur dalam UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu Pasal 280 ayat 1 huruf h mengatur larangan kampanye dengan menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan.

img
Robi Ardianto
Reporter
img
Hermansah
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan