Tarik ulur pengisi kursi wakil Gubernur DKI Jakarta masih terus berlangsung. Meskipun posisi jabatan itu sudah diserahkan oleh partai Gerindra kepada Partai Keadilan Sejahtera (PKS), PKS masih terganjal dengan prosedur uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) yang diminta Gerindra.
Pengamat politik sekaligus Direktur Populi Center, Usep S Ahyar, menilai hal ini mengesankan Gerindra masih setengah hati menyerahkan kursi wagub DKI.
"Ini saya kira proses politik yang kait mengkait. Saya paham syarat fit and proper test yang diajukan Gerindra itu dimaknai PKS sebagai sikap setengah hati. Gerindra seperti masih mengincar kursi Wagub itu," kata dia saat dihubungi oleh reporter Alinea.id, Kamis (22/11).
Usep juga menganggap bahwa fit and proper test tersebut hanya formalitas saja. Menurutnya, apa yang tampak ke publik justru seperti perdebatan antar elit partai belaka.
Oleh karena itu Usep menyarankan agar kedua partai membuka kandidat lain di luar kader, jika tetap ingin melakukan fit and proper test.
"Kalau memang mau ada fit and proper, ya yang sungguhan saja. Calon wagubnya dari luar partai. Cari yang benar-benar punya kapabilitas. Karena posisi Wakil Gubernur DKI Jakarta itu jabatan publik, jadi utamakanlah kepentingan publik," ujarnya.
Usep juga merasa tidak ada yang salah dengan masuknya peneliti LIPI, Siti Zuhro, sebagai penguji proses fit and proper test itu. Keberadaan Siti Zuhro dalam tim tersebut, dipersoalkan PKS. Namun bagi Usep, Siti memiliki kapasitas dalam bidang itu.
Hanya saja, Usep mengingatkan agar proses ini tidak boleh berlangsung terlalu lama. Karena akan merugikan rakyat dan akan menganggu koalisi partai Gerindra-PKS.
"Pertama, proses pemilihan wagub yang terlalu lama ini akan merugikan rakyat, karena ada kekosongan kepemimpinan publik. Kedua, polemik ini nantinya juga akan menggangu hubungan koalisi PKS-Gerindra di Pilpres 2019 mendatang," kata dia.