sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Yang tersirat dari penolakan IKN ala Anies dan PKS 

Mayoritas penolak IKN ialah pendukung Anies di Pilpres 2024.

Maulida Alfi Syahrani
Maulida Alfi Syahrani Rabu, 29 Nov 2023 14:31 WIB
Yang tersirat dari penolakan IKN ala Anies dan PKS 

Ibu Kota Nusantara (IKN) rintisan Presiden Joko Widodo (Jokowi) mendadak kembali menjadi bahan perbincangan. Mega proyek yang tengah dibangun itu bisa jadi tak dirampungkan. Syaratnya terbilang cukup sulit: Partai Keadilan Sejahtera (PKS) harus memenangi Pemilu 2024. 

Wacana mempertahankan Jakarta sebagai ibu kota digaungkan sejumlah petinggi PKS dalam rapat pimpinan nasional (rapimnas) PKS di Hotel Bumi Wiyata, Margonda, Beji, Depok, Ahad (26/11) lalu. 

Presiden PKS Ahmad Syaiku dan Wakil Ketua Majelis Syura PKS Shohibul Iman satu suara soal itu. “Jika PKS menang, maka akan menginisiasi ibu kota negara tetap di Jakarta,” cetus Syaikhu.

Sohibul menimpali. Ia mengklaim PKS dari awal menolak pengesahan RUU IKN. "Dan sekarang kita sampaikan kepada masyarakat,” ujar Shohibul pada kesempatan yang sama. 

Keduanya seolah satu irama dengan pernyataan Anies Baswedan, capres jagoan mereka di Pilpres 2024. Dalam diskusi di Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) Solo, Jawa Tengah, Rabu (22/11), Anies mengkritik dalih pemerintah pembangunan IKN bakal mendorong pemerataan ekonomi.

"Kalau mau memeratakan (ekonomi) Indonesia, maka bangun kota kecil menjadi menengah, menengah menjadi besar di seluruh Indonesia. Bukan membangun satu kota di tengah hutan. Ini menjadi masalah dan akan menimbulkan ketimpangan baru,” kata Anies. 

RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara (UU IKN) disahkan dalam rapat paripurna di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, awal Oktober lalu. Dari total 9 fraksi, hanya PKS yang menolak pengesahan RUU itu. Partai Demokrat ikut menyetujui dengan sejumlah catatan penting. 

Di parlemen, PKS hanya mengantongi 50 kursi. Pada Pemilu 2019, PKS meraup sekitar 11,4 juta suara atau 8,21% dari total suara nasional. Pada pemilu kali ini, raihan suara PKS diprediksi sejumlah lembaga survei bakal stagnan atau bahkan turun tipis. 

Sponsored

Survei Indikator Politik Indonesia yang dirilis pada pertengahan November lalu, misalnya, menunjukkan elektabilitas PKS hanya 6,2%. PDI-P merajai survei Indikator dengan elektabilitas 24,1%. 

Pada survei SPIN yang dipublikasi beberapa hari lalu, PKS meraup 7% sedangkan PDI-P mendapat 21,1%. Berbasis dua survei itu, PKS butuh suntikan elektabilitas yang sangat besar untuk bisa menggeser dominasi PDI-P.

Pakar komunikasi politik dari Universitas Pelita Harapan (UPH) Emrus Sihombing mengatakan PKS sengaja menggaungkan kampanye menolak IKN demi kepentingan elektoral. Sejumlah survei menunjukkan penolakan publik terhadap rencana pemindahan ibu kota masih cukup kuat. 

"Nanti, hasilnya rakyatlah yang menentukan pilihan. Apakah tawaran-tawaran itu mendapat respons dari masyarakat sehingga publik memberikan pilihan kepada partai yang bersangkutan,” kata Emrus kepada Alinea.id, belum lama ini. 

Hasil survei Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA yang dirilis Juli lalu menemukan sekitar 43,7% masyarakat tak setuju ibu kota pindah. LSI Denny JA juga mendapati bahwa mayoritas penolak IKN ialah pemilih Anies, yakni 34,3%. 

Meski sulit, Emrus menyebut wacana mempertahankan Jakarta sebagai ibu kota bisa saja terealisasi jika PKS secara ajaib memenangi Pemilu 2024. Sebagai pemenang, PKS bisa menginisiasi revisi UU IKN dan membatalkan pemindahan ibu kota. 

"Bisa saja. Tetapi, saya berpendapat IKN harus dilanjutkan supaya kita memiliki ibu kota yang layak sekelas kota-kota internasional, misalnya, Kuala Lumpur (Malaysia) dan Singapura. Masa Indonesia ibu kotanya seperti Jakarta yang penuh masalah dengan polusi udara di mana-mana?," kata dia. 

Kritik Anies dan wacana mempertahankan Jakarta sebagai ibu kota yang dikampanyekan PKS sudah direspons Presiden Jokowi. Ia menegaskan IKN sudah punya payung hukum. IKN, kata dia, juga dibangun supaya Indonesia tak Jawa-sentris. 

"Supaya Indonesia-sentris. Di pulau lain, selain Jawa, juga ada titik-titik pertumbuhan ekonomi baru. Yang kita harapkan itu. Juga penduduk. Populasi Indonesia ini 56% ada di Pulau Jawa. Mestinya kan ada pemerataan," kata Jokowi. 

 

Berita Lainnya
×
tekid