Cerita Sri Mulyani soal penyusunan APBN 2023: Proyeksi jadi sulit

Dinamika global, termasuk perang Rusia dan Ukraina, mengubah asumsi di dalam penyusunan RAPBN 2023.

Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani dalam seminar Strategi Capai Ekonomi Kuat & Berkelanjutan di Tengah Risiko secara daring, Jumat (28/10/2022). YouTube/BKF Kemenkeu

Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani, menjelaskan, proses penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2023 hingga diundangkan melewati banyak kondisi perekonomian yang dinamis. Imbasnya, banyak asumsi yang ditentukan pada saat awal perancangan hingga kini yang mengalami perubahan. Sementara itu, APBN harus tetap dikelola untuk menjalankan fungsi stabilisasi, alokasi, dan distribusi.

Dirinya bercerita, Badan Kebijakan Fiskal (BKF) sejak awal menyusun APBN dengan membentuk kebijakan ekonomi makro dan pokok-pokok kebijakan fiskal (KEM PPKF) pada Februari 2022. Saat itu, kondisi Indonesia dan dunia masih sebatas dihadapi pandemi.

Saat masa penyusunan APBN, harga minyak dunia masih di kisaran US$60 per barel dan crude palm oil (CPO) sekitar US$700-800 per metrik ton. Kemudian, ekonomi Amerika Serikat (AS) sedang "menderu-deru" diiringi inflasi yang merangkak naik.

"Waktu itu, inflasi di Eropa masih sekitar 0 sampai 1%. Februari belum ada perang Rusia-Ukraina, tapi di Indonesia, Omicron sedang tinggi. Begitu KEM PPKF dibahas di Kabinet, dibawa ke DPR, perang Rusia-Ukraina pecah," ungkap Ani, sapaannya, dalam paparannya pada seminar "Strategi Capai Ekonomi Kuat & Berkelanjutan di Tengah Risiko", Jumat (28/10).

Tidak lama selang perang, harga komoditas mengalami kenaikan ekstrem. Dampaknya, gangguan suplai dan memicu penyusunan proyeksi harga-harga komoditas dalam rancangan APBN (RAPBN) menjadi sulit.