Kebijakan tarif resiprokal yang diterapkan Amerika Serikat (AS) menjadi momentum bagi pemerintah Indonesia untuk memperkuat diplomasi dagang sekaligus mengevaluasi daya saing nasional.
Kebijakan tarif impor timbal balik (reciprocal tariff) sebesar 32% yang diberlakukan Amerika Serikat terhadap produk Indonesia disikapi secara strategis oleh anggota Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Puteri Komarudin. Ia menilai langkah ini menjadi momentum bagi pemerintah Indonesia untuk memperkuat diplomasi dagang sekaligus mengevaluasi daya saing nasional.
Puteri mengatakan, Amerika Serikat merupakan mitra dagang utama, dengan pangsa ekspor Indonesia ke AS yang mencapai sekitar 11% pada Februari 2025. Maka kebijakan ini perlu disikapi dengan cermat dan terukur.
“Karenanya, pemerintah harus terus mengupayakan negosiasi guna menjaga daya saing ekspor Indonesia,” katanya dalam keterangan, dikutip Senjn (7/4).
Menurutnya, tekanan eksternal seperti ini justru dapat menjadi dorongan bagi Indonesia untuk memperluas akses pasar serta mendorong diversifikasi ekspor. Puteri juga mengingatkan pentingnya memperketat pengawasan arus perdagangan guna mencegah limpahan barang dari negara ketiga yang terkena dampak serupa di pasar AS.
“Jangan sampai produk ilegal tersebut membanjiri pasar kita. Karena tentu akan mengancam keberlangsungan produk industri dan UMKM (usaha mikro, kecil, dan menengah) lokal,” tegasnya.