Fatwa haram dan perang terhadap pinjaman online abal-abal

Fatwa haram ditujukan bagi pinjaman online ilegal dengan praktik bisnis yang mencekik, licik, dan tak bertanggung jawab.

Ilustrasi Alinea.id/Bagus Priyo.

Layanan pinjaman online (pinjol) dengan bunga yang mencekik, teror, dan pembunuhan karakter mengundang keprihatinan Majelis Ulama Indonesia (MUI). Dalam waktu dekat, MUI akan merilis fatwa untuk pinjol demi melindungi masyarakat.

Keberadaan platform perusahaan teknologi (fintech) peer to peer (P2P) lending memang semakin masif beberapa tahun terakhir. TOtoritas Jasa Keuangan (OJK) sendiri menyebut menyebut fintech P2P lending sebagai layanan pinjam meminjam uang dalam mata uang rupiah secara langsung antara kreditur/lender (pemberi pinjaman) dan debitur/borrower (penerima pinjaman) dengan berbasis teknologi informasi.

Sejak itu, beragam aplikasi pinjaman online pun tumbuh bak cendawan di musim hujan. Sayangnya, tak semua mendapat izin resmi OJK. Ribuan aplikasi pinjaman online nyatanya adalah ilegal.

Aplikasi pinjol ilegal ini memberikan angin surga berupa pencairan pinjaman yang mudah, cepat, dan persyaratan yang minim. Namun, setelah utang cair, peminjam akan senantiasa diteror untuk membayar, dipermalukan hingga pembunuhan karakter. Bahkan, ada beberapa kasus bunuh diri disebabkan jeratan pinjol.

Kondisi ini membuat MUI turut prihatin. Meski sebetulnya, MUI sudah merilis Tinjauan Fatwa DSN No.117/DSN-MUI/II/2018 tentang Layanan Fintech Berdasarkan Prinsip Syariah. Ketua Dakwah MUI Cholil Nafis menjelaskan aturan itu menjadi pedoman terkait pinjaman online yang berkonsep syariah.