Indikasi korupsi dan rapor merah tata kelola LPEI

Menkeu Sri Mulyani baru saja melaporkan indikasi fraud di LPEI. Ini bukan kali pertama lembaga tersebut terseret kasus korupsi.

Ilustrasi korupsi/Foto Freepik.

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani baru saja melaporkan indikasi fraud atau kecurangan perusahaan dalam pemberian fasilitas kredit Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) kepada Kejaksaan Agung (Kejagung), Senin (19/3). Dalam laporan ini ada empat perusahaan pengguna fasilitas kredit alias debitur yang terindikasi fraud, dengan total outstanding kredit mencapai Rp2,5 triliun.

Adapun empat debitur yang terindikasi fraud, yakni PT RII dengan outstanding sebesar Rp1,8 triliun, PT SMS senilai Rp216 miliar, PT SPV sebesar Rp144 miliar, dan PT PRS senilai Rp305 miliar. Keempat perusahaan tersebut bergerak di bidang kelapa sawit, batubara, nikel dan perkapalan.

Indikasi fraud ini tercium setelah adanya laporan dari Tim Terpadu yang terdiri dari Jaksa Agung Muda Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun), Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan, dan internal LPEI, yang menyebutkan ada kredit-kredit bermasalah di lembaga penyalur pembiayaan itu.

“Kami bertandang ke Kejaksaan dan Pak Jaksa Agung, Pak Burhanuddin sangat baik menerima kami untuk juga menyampaikan hasil pemeriksaan dari Tim Terpadu, terutama terhadap kredit bermasalah yang terindikasi adanya fraud, yaitu adanya dugaan tindak pidana yang dilakukan oleh debitur,” kata Sri, di Kejaksaan Agung, Senin (18/3).

Pada kesempatan yang sama, Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin mengungkapkan, empat perusahaan yang telah disebutkan sebelumnya merupakan debitur yang masuk dalam daftar tahap pertama. Pasalnya, masih ada lagi enam perusahaan yang terindikasi fraud, dengan nilai outstanding Rp3 miliar, dan Rp85 miliar lainnya masih dalam proses pemeriksaan BPKP dan Jamdatun pada tahapan recovery asset.