Cuti melahirkan 6 bulan, jangan sampai jadi bumerang

Usulan DPR terkait cuti melahirkan selama 6 bulan bagi ibu dan 40 hari untuk ayah yang menemani istri melahirkan bisa jadi bumerang.

Ilustrasi cuti melahirkan. Foto Alinea.id/MT Fadillah.

Fitri Utami merasa bak mendapat durian runtuh saat Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyetujui rancangan undang-undang Kesejahteraan Ibu dan Anak (RUU KIA) sebagai RUU inisiatif DPR.

RUU itu bakal menjadi pedoman bagi negara untuk memastikan tumbuh kembang anak-anak generasi penerus bangsa. Di saat yang sama, rancangan beleid ini juga diharapkan dapat menjadi langkah efektif untuk mengatasi masalah stunting alias kekerdilan yang masih belum bisa lepas dari Indonesia.

Ketua DPR Puan Maharani bilang, RUU KIA menitikberatkan pada masa pertumbuhan emas anak atau golden age yang merupakan periode krusial tumbuh kembang anak yang kerap dikaitkan dengan 1.000 hari pertama kehidupan (HPK) sebagai penentu masa depan anak. Tidak heran jika di dalam RUU ini, DPR juga mengusulkan adanya cuti melahirkan selama 6 bulan bagi ibu dan 40 hari untuk ayah yang menemani istri melahirkan.

“Melalui RUU KIA, DPR ingin memastikan setiap hak ibu dan anak dapat terpenuhi, termasuk hak pelayanan kesehatan, hak mendapatkan fasilitas khusus dan sarana prasarana di fasilitas umum, hingga kepastian bagi ibu tetap dipekerjakan usai melahirkan," katanya, dalam keterangannya, di Jakarta, Kamis (30/6).  

Ihwal cuti, sampai saat ini cuti melahirkan masih diatur dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Tenaga Kerja, dengan durasi waktu paling lama 3 bulan untuk ibu melahirkan dan 2 hari bagi karyawan laki-laki yang menemani istri melahirkan. Dalam RUU yang mulai diusulkan pertengahan Juni lalu, DPR membuka opsi penerapan cuti melahirkan anyar.