Penelitian ini diterbitkan di jurnal SN Computer Science.
Membaca dimulai dengan bahasa lisan. Pada anak usia dini, berbicara dimulai dengan membuat bunyi-bunyian sederhana. Saat seseorang mempelajari lebih banyak bunyi, seseorang juga belajar cara menggunakan bunyi untuk membentuk kata, frasa, dan kalimat. Belajar membaca melibatkan bunyi dengan berbagai simbol tertulis atau huruf.
Di sini disleksia berperan. Cleveland Clinic menyebut, disleksia mengganggu cara otak seseorang menggunakan bahasa lisan untuk menafsirkan tulisan. Otak mengalami kesulitan memproses apa yang kita baca, terutama memecah kata menjadi bunyi atau menghubungkan huruf dengan bunyi saat membaca.
Disleksia memengaruhi perlambatan membaca karena seseorang kesulitan memproses dan memahami kata-kata, kesulitan dalam menulis dan mengeja, menyimpan kata dan makna dalam ingatan, serta kesulitan membentuk kalimat untuk mengomunikasikan ide yang lebih kompleks.
Penyebab pasti disleksia belum jelas. Namun, hal-hal seperti genetika serta gangguan pada perkembangan dan fungsi otak diduga menjadi penyebabnya. Kebanyakan orang mengetahui mereka menderita disleksia saat masih kanak-kanak dan biasanya akan menjadi masalah seumur hidup.
Disleksia kini dapat dideteksi sejak dini dengan bantuan artificial intelligence (AI) atau kecerdasan buatan. Bukan cuma disleksia, penelitian ini pun menyoroti masalah disgrafia—kondisi neurologis yang menyebabkan seseorang mengalami kesulitan menulis sesuai tingkat usianya.