Gerakan-gerakan di berbagai negara itu memiliki beberapa kemiripan.
Akhir September lalu, Presiden Madagaskar Andry Rajoelina mengumumkan pembubaran pemerintahannya usai generasi Z menggelar demonstrasi besar-besaran di negara itu. Pemicu unjuk rasa besar-besaran itu terkait krisis air dan listrik. Peristiwa tersebut, menurut laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menewaskan 22 orang dan melukai lebih dari 100 orang lainnya.
Protes itu pecah tak lama setelah huru-hara besar di Nepal. Awal September, protes besar yang dipimpin anak muda menentang korupsi dan pelarangan media sosial berhasil menggulingkan pemerintah Nepal.
Time menulis, aksi protes generasi Z beberapa bulan terakhir melanda berbagai negara di Afrika, Asia, dan Amerika Selatan. Gerakan ini dipicu beragam keluhan terhadap para pemimpin pemerintah.
Di Maroko, menurut Time, protes antipemerintah meletus karena kemarahan publik terhadap keputusan pemerintah yang lebih fokus menyiapkan Piala Dunia 2030 ketimbang memperbaiki layanan publik. Aksi ini berlangsung sejak akhir September hingga awal Oktober.
Gerakan protes di Maroko dipelopori kelompok yang menamakan diri Gen Z 212—mengacu kode telepon negara itu. Salah satu seruan yang populer dari para pengunjuk rasa adalah, “Stadion ada di sini, tapi di mana rumah sakit?”