close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi gas air mata./Foto ev/Unsplash.com
icon caption
Ilustrasi gas air mata./Foto ev/Unsplash.com
Sosial dan Gaya Hidup
Selasa, 02 September 2025 18:06

Seberapa bahaya paparan gas air mata?

Kontak dengan gas air mata menyebabkan iritasi pada sistem pernapasan, mata, dan kulit.
swipe

Aparat menembakkan gas air mata untuk membubarkan massa demonstran di Jakarta dan beberapa kota lain dalam aksi unjuk rasa yang sudah berjalan sejak pekan lalu. Gelombang protes ini dipicu kemarahan publik terhadap rencana pemberian tunjangan perumahan dan lainnya bagi anggota DPR, yang dinilai berlebihan di tengah kondisi ekonomi yang sulit. Keadaan semakin memanas karena pernyataan beberapa anggota DPR dan tewasnya pengendara ojek daring di Jakarta.

Selain di Indonesia, penggunaan gas air mata untuk membubarkan massa juga dilakukan penegak hukum di Amerika Serikat, Hong Kong, Yunani, Brasil, Venezuela, Mesir, dan lainnya.

Dilansir dari Healthline, gas air mata sejatinya bukan gas murni. Zat ini berbentuk bubuk bertekanan yang akan berubah menjadi kabut ketika disemprotkan. Jenis yang paling umum digunakan adalah 2-chlorobenzalmalononitrile (gas CS), yang pertama kali ditemukan dua ilmuwan Amerika Serikat pada 1928.

Selain gas CS, ada pula jenis gas air mata lain yang sering dipakai, seperti oleoresin capsicum, dibenzoxazepine (gas CR), dan chloroacetophenose (gas CN). Biasanya, gas ini disebarkan lewat tabung, granat, atau semprotan bertekanan.

Kontak dengan gas air mata menyebabkan iritasi pada sistem pernapasan, mata, dan kulit. Rasa sakit akibat paparan gas air mata muncul karena zat kimia di dalamnya berikatan dengan reseptor rasa sakit utama, yakni TRPA1 dan TRPV1.

Paparan gas air mata bakal parah, jika terjadi di ruang terbuka atau tertutup, seberapa banyak gas yang digunakan, jarak dari sumber gas, dan kondisi kesehatan seseorang. Begitu terpapar, gejala yang paling cepat muncul biasanya pada mata, seperti mata berair, kelopak mata menutup tanpa sadar, rasa gatal dan terbakar, penglihatan kabur atau buta sementara, serta luka bakar kimia.

Paparan yang lebih lama atau terjadi dari jarak sangat dekat, bisa berakibat serius, seperti kebutaan permanen, pendarahan, kerusakan saraf, katarak, hingga erosi kornea.

Gas air mata juga sangat mengiritasi saluran pernapasan. Seseorang yang sudah memiliki masalah paru-paru, seperti asma berisiko lebih tinggi mengalami gejala berat, termasuk gagal napas. Dalam kondisi ekstrem, misalnya paparan dalam konsentrasi tinggi, di ruang tertutup, atau dalam waktu lama, gas air mata bisa menyebabkan kematian.

Ketika mengenai kulit, gejala yang muncul meliputi kemerahan, gatal, melepuh, dermatitis alergi, hingga luka bakar kimia. Paparan gas air mata yang berulang atau berkepanjangan, menurut Physicians for Human Rights, dapat pula menimbulkan gangguan stres pascatrauma.

Selain itu, gas ini dapat meningkatkan detak jantung dan tekanan darah. Pada orang dengan riwayat penyakit jantung, kondisi tersebut berpotensi memicu henti jantung, bahkan kematian.

Tabung gas air mata yang ditembakkan bisa juga menimbulkan cedera traumatis. Beberapa penelitian pada hewan juga menemukan bahwa paparan gas CS bisa meningkatkan risiko keguguran atau kelainan janin, meskipun hingga kini bukti pada manusia masih sangat terbatas.

Menurut Ketua Dewan Kehormatan Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) Tjandra Yoga Aditama kepada Antara, efek kesehatan paparan gas air mata berasal dari senyawa kimia yang umum terkandung di dalamnya, seperti chloroacetophenone (CN), chlorobenzylidenemalononitrile (CS), chloropicrin (PS), bromobenzylcyanide (CA), dan dibenzoxazepine (CR). Kondisi lingkungan, seperti tiupan angin kencang, juga dapat memengaruhi intensitas paparan.

Di sisi lain, dokter spesialis anestesiologi dan terapi intensif di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Gamping sekaligus dosen Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) Ardi Pramono mengatakan, gas air mata sebenarnya senyawa kimia yang bekerja dengan cara mengiritasi selaput lendir tubuh manusia.

Gas air mata, kata Ardi, pada dasarnya mengandung zat iritan yang bekerja dengan mengiritasi selaput lendir yang terdapat di mata, hidung, dan mulut. Itu sebabnya, ketika terpapar, mata terasa sangat perih, merah, berair, dan sulit dibuka.

“Di saat yang sama, selaput lendir di hidung dan tenggorokan juga mengalami sensasi terbakar dan perih, yang dapat memicu batuk dan sesak napas," kata Ardi, dikutip dari situs Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Menurut Ardi, kerusakan paling signifikan akibat paparan gas air mata terjadi pada lapisan luar selaput lendir. Selaput lendir merupakan lapisan tipis yang melindungi organ-organ internal tubuh. Jika terus-menerus teriritasi, lapisan ini berpotensi mengalami peradangan. Dalam kondisi normal, iritasi dapat mereda dalam 15 hingga 30 menit, terutama jika konsentrasi gas di udara berkurang karena angin.

Ardi mengingatkan, pertolongan pertama yang paling efektif adalah menjauh dari area yang terpapar, lalu mencuci area yang terkena dengan air bersih yang mengalir.

“Tidak ada penawar khusus untuk gas air mata, jadi cara terbaik adalah membilasnya dengan air,” ujar Ardi.

“Jika Anda masih merasakan sesak napas, serangan asma, atau nyeri mata yang parah, Anda harus segera pergi ke unit gawat darurat. Terutama jika terjadi iritasi kulit seperti kemerahan atau rasa terbakar, yang juga memerlukan perhatian medis.”

img
Fandy Hutari
Reporter
img
Fandy Hutari
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan