Riset menunjukkan meditasi dapat mengubah struktur dan fungsi otak—meningkatkan gray matter, memperkuat konektivitas saraf, dan menenangkan amigdala.
Bagi sebagian orang, meditasi terdengar seperti ritual kuno yang sedikit “melayang” dan sulit dijalankan secara rutin. Sebuah praktik yang lebih dekat dengan dupa, mantra, dan musik ombak ketimbang riset laboratorium.
Tetapi, bagi mereka yang rutin melakukannya, meditasi bukan sekadar duduk diam sambil memejamkan mata. Ia adalah latihan yang nyata—cara menenangkan diri sekaligus menajamkan otak. Sains kini mendukung klaim itu.
“Meditasi bisa menciptakan perubahan struktural pada otak. Riset menunjukkan, praktik ini meningkatkan jumlah gray matter—terutama di area yang berhubungan dengan pembelajaran, memori, pengaturan emosi, dan perspektif,” kata Mirela Loftus, direktur medis di Newport Healthcare, seperti dikutip dari Verrywell Mind, Selasa (28/10).
Selama ribuan tahun meditasi dianggap warisan spiritual Timur. Namun baru dalam beberapa dekade terakhir, sains Barat mulai menelusuri keajaiban di baliknya.
Melalui teknologi pemetaan otak—seperti electroencephalography (EEG) dan magnetic resonance imaging (MRI)—para ilmuwan mendapati sesuatu yang luar biasa: meditasi dapat mengubah ukuran, konektivitas, bahkan cara kerja otak kita.