Riset baru menunjukkan mikroba usus bisa memengaruhi fokus, emosi, dan gejala ADHD. Apa yang kita makan mungkin lebih penting dari yang kita kira.
Gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas — atau yang lebih dikenal dengan ADHD (attention-deficit/hyperactivity disorder) — kini menjadi salah satu kondisi kesehatan mental paling umum yang dialami anak-anak usia sekolah. Dalam dua dekade terakhir, jumlahnya melonjak drastis: dari sekitar 6 persen menjadi lebih dari 10 persen.
Bagi anak-anak dengan tipe hiperaktif, tubuh mereka seolah menyimpan mesin roket yang ditahan dengan rem sepeda. Energi mereka meluap, tapi fokusnya tercecer ke segala arah. Mereka ingin menyelesaikan satu hal, namun di kepala sudah berjejal lima proyek baru yang menunggu giliran.
Sebagian anak tumbuh dan perlahan menemukan cara berdamai dengan ritme tubuh itu. Tetapi, tidak semuanya. ADHD juga menjangkiti orang dewasa, dengan jejak genetik yang kuat — meski gen bukan satu-satunya cerita di baliknya.
Beragam riset digelar untuk mencari "obat" yang efektif bagi ADHD. Teranyar, sebuah review atas puluhan riset terkait ADHD menemukan korelasi antara kandungan mikroba dalam tubuh seseorang dengan kondisi ADHD.
Riset yang dilakoni Marcela França Dias dan tim peneliti Universidade Federal de Minas Gerais (UFMG) di Brasil itu sudah terbit Journal of Psychiatric Research, belum lama ini. Dalam risetnya, mereka menemukan penyandang ADHD cenderung memiliki kadar Ruminococcus gnavus yang tinggi dan kadar Faecalibacterium yang rendah.