Menguap ternyata bukan cuma “menular”. Penelitian terbaru menunjukkan, ketika kita melihat seseorang menguap di sekitar kita, otak kita justru jadi lebih waspada. Mekanisme ini diduga muncul untuk mengompensasi menurunnya kewaspadaan orang yang sedang menguap karena kantuk atau bosan.
Riset bertajuk “Seeing Others Yawn Enhances the Detection of Spiders and Cockroaches” ini dilakukan oleh psikolog evolusi dari Johns Hopkins University, Andrew Gallup dan Sabina M. Wozny, dan terbit di jurnal American Psychological Association (APA) pada Agustus 2025.
“Menguap dapat berfungsi sebagai tanda bahwa seseorang sedang mengalami penurunan gairah (arousal) dan kewaspadaan. Sesuai dengan teori kewaspadaan kelompok (group vigilance theory), menyaksikan orang lain menguap seharusnya meningkatkan kewaspadaan pengamat,” tulis Gallup dan Wozny.
Dalam studi itu, mereka menguji apakah menonton orang menguap memengaruhi kecepatan peserta mendeteksi laba-laba dan kecoak yang tersembunyi di antara gambar pengalih perhatian. Sebanyak 30 partisipan terlibat.
Dengan teknologi pelacak mata, Gallup dan Wozny menemukan bahwa setelah melihat video orang menguap, peserta lebih cepat mendeteksi laba-laba maupun kecoak, serta lebih jarang terdistraksi gambar yang tak relevan.
Kenapa ini penting? Laba-laba adalah ancaman klasik evolusi—banyak yang berbisa, dan nenek moyang kita mungkin selamat karena cepat mengenalinya. Kecoak memang tak mematikan, tetapi bisa membawa beragam penyakit. Menurut para peneliti, efek “alarm sosial” menguap sudah terlihat pada studi-studi sebelumnya dengan stimulus ular dan singa, tetapi tidak muncul pada hewan tak mengancam seperti katak atau impala.
Apa artinya untuk hidup kita sekarang? Kita mungkin tak lagi perlu berjaga dari singa di rerumputan, tetapi kita tetap berada di lingkungan penuh ancaman tak terdeteksi dan distraksi.
Menguap bisa jadi semacam sistem siaga alami—membantu kelompok tetap fokus di tengah bahaya kecil atau besar, entah itu kecoak di dapur, bahaya di jalan raya, atau email “beracun” di kotak masuk.
“Dengan kata lain, menguap mungkin berperan sebagai alarm sosial yang secara evolusioner membantu manusia dan kelompoknya tetap waspada terhadap ancaman lingkungan,” tulis Gallup dan Wozny.
Foto: Getty Images
Lem sosial
Kevin Bennett, dosen psikologi di Penn State University Beaver Campus, menyebut menguap sebagai semacam “lem sosial” yang membantu kelompok mengoordinasikan kewaspadaan.
“Sama seperti tawa mempererat kita lewat kegembiraan bersama, menguap bisa menyatukan lewat kewaspadaan bersama. Ini cara evolusi berkata: ‘Kalau aku mengantuk, kamu harus tetap terjaga’,” jelas Bennett seperti dikutip dari Psychology Today, Rabu (17/9).
Menurut Bennett, selama ini menguap dianggap sepele bahkan memalukan. Tetapi riset ini menambah bukti bahwa ia punya peran serius dalam cara manusia mengatur perhatian dan keselamatan. Saat melihat orang menguap, yang kita lihat bukan sekadar refleks kantuk—kita menerima sinyal kuno untuk meningkatkan kesadaran diri.
“Jadi, saat gelombang menguap melanda ruangan, ingatlah: itu mungkin evolusi sedang mengedipkan mata, mengingatkanmu untuk tetap waspada. Dan kalau setelahnya kamu tiba-tiba melihat laba-laba di pojok ruangan, sekarang kamu tahu alasannya,” tuturnya.