ADHD tak hanya dialami anak-anak. Riset menunjukkan jutaan orang dewasa baru menyadari mereka memiliki ADHD, dipicu faktor genetik, hormon, dan budaya digital yang memperpendek fokus.
Selama bertahun-tahun, banyak psikiater percaya bahwa anak dengan gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas—yang lebih dikenal sebagai attention deficit hyperactivity disorder (ADHD)—akan “sembuh” seiring usia. Namun, keyakinan itu kini mulai runtuh.
Data terbaru dari Centers for Disease Control and Prevention (CDC) menunjukkan kenyataan yang mengejutkan: sekitar 15,5 juta orang dewasa Amerika hidup dengan ADHD dan setengah di antaranya baru mengetahui diagnosis itu setelah dewasa. Artinya, gangguan ini bukanlah masa kecil yang terlewat, melainkan sesuatu yang tumbuh bersama seseorang, beradaptasi, lalu bersembunyi di balik kedewasaan.
“Anak dengan ADHD mungkin tak bisa duduk diam di kelas. Tapi versi dewasanya bisa jadi orang yang gelisah menunggu lampu hijau di jalan,” kata Jill RachBeisel, profesor psikologi di University of Maryland Medical Center, seperti dikutip dari National Geographic, Rabu (8/10).
Perbedaannya tipis—dari yang tampak tak terkendali menjadi yang diam-diam tak sabar.
ADHD pada orang dewasa sering tersamar. Mereka mungkin tampak berfungsi dengan baik, tapi di balik rutinitasnya, ada otak yang berjuang keras untuk tetap fokus, menahan dorongan bicara, atau melawan rasa bosan yang datang terlalu cepat.