11 kebijakan pemerintah yang dianggap membahayakan demokrasi

Kebijakan-kebijakan tersebut berpotensi menghambat kebebasan sipil dalam berpikir, berkumpul, berpendapat, berekspresi, berkeyakinan.

Presiden Joko Widodo (kiri) menyampaikan arahan saat Sidang Kabinet Paripurna tentang ketersediaan anggaran dan pagu indikatif 2020 di Istana Bogor./ Antara Foto

Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) memberikan catatan khusus terhadap sejumlah kebijakan yang dikeluarkan pemerintahan Jokowi-JK. Lembaga yang digagas oleh Adnan Buyung Nasution itu menilai, beberapa kebijakan tersebut dapat membahayakan demokrasi dan meruntuhkan substansi hukum.

Ketua Umum Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, Asfinawati mengatakan pihaknya telah menganalisis sejumlah kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah. Dari analisis tersebut, pihaknya mendapati ada 11 kebijakan pemerintah yang dapat mengancam nilai-nilai demokrasi.

Asfinawati menilai, 11 kebijakan tersebut memiliki beberapa pola dan karakter yang sama untuk menekan kebebasan berdemokrasi dan supremasi hukum. Imbas dari kebijakan-kebijakan tersebut, menghambat kebebasan sipil dalam berpikir, berkumpul, berpendapat, berekspresi, dan berkeyakinan.

Berikutnya, mengabaikan hukum yang berlaku baik konstitusi, TAP MPR maupun undang-undang (UU). Terakhir, memiliki watak yang represif karena mengedepankan pendekatan keamanan dan melihat kritik sebagai ancaman.

"Dalam Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 menyebutkan bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut UUD, sedangkan ayat berikutnya mengatakan bahwa negara Indonesia adalah negara hukum. Negara hukum di antaranya ditandai dengan supremasi hukum (bukan kekuasaan)," kata Asfinawati, di Gedung YLBHI, Jakarta Pusat, Selasa (14/5).