Anggota DPR minta sanksi bagi RS yang tolak pasien masuk dalam RUU Kesehatan

Pasal sanksi kepada rumah sakit sudah tercantum dalam UU No 36/2009 tentang Kesehatan. Ada upaya pasal ini dihapus.

Ilustrasi. Foto Pixabay.

Pro-kontra RUU Kesehatan masih terus berlangsung. Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Ribka Tjiptaning Proletariat menegaskan agar pasal sanksi pada rumah sakit yang menolak pasien di unit gawat darurat (UGD) yang sudah ada dalam UU No 36/2009 Tentang Kesehatan tetap masuk dalam RUU tersebut.

"Pasal sanksi pada rumah sakit adalah untuk memastikan keselamatan pasien yang datang ke UGD rumah sakit dan kaitannya dengan tanggung jawab rumah sakit. Pasal ini sudah tercantum dalam UU No 36/2009 tentang Kesehatan. Ada upaya pasal ini dihapus," ujarnya, dikutip Sabtu (8/7). 

Dalam Pasal 32 ayat (2) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan menyebutkan dalam keadaan darurat, fasilitas pelayanan kesehatan, baik pemerintah maupun swasta dilarang menolak pasien dan meminta uang muka. Adapun bagi rumah sakit yang melakukan penolakan pasien dalam keadaan darurat disinggung dalam Pasal 190 ayat (1) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Tepatnya, pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan dan tenaga kesehatan yang melakukan praktik atau pekerjaan pada fasilitas pelayanan kesehatan yang dengan sengaja tidak memberikan pertolongan pertama terhadap pasien yang dalam keadaan gawat darurat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2) atau Pasal 85 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama dua tahun dan denda paling banyak Rp200 juta.

"Pasal ini memastikan negara ikut bertanggung jawab melayani rakyat yang menjadi pasien yang membutuhkan pertolongan darurat di rumah sakit. Jangan sampai tidak tercantum," ujar mantan Ketua Komisi IX DPR itu.

Sekarang saja, menurutnya, walaupun sudah ada sanksi yang tegas dalam UU No 36/2009 tentang Kesehatan, namun tetap saja masih banyak keluhan penolakan pasien dengan berbagai alasan dan modus.