Di balik wacana pemakzulan Jokowi ala kaum progresif Muhammadiyah

Muhammadiyah sudah lama kecewa terhadap rezim Jokowi.

Muhammadiyah kian getol mengkritik kebijakan-kebijakan Jokowi. Ilustrasi Alinea.id/Dwi Setiawan

Sebuah diskusi daring digelar kalangan intelektual yang tergabung dalam Masyarakat Hukum Tata Negara Muhammadiyah (Mahutama), awal Juni lalu. Bersama para pakar dari berbagai kampus, selama empat jam petinggi Mahutama beradu argumen. 

Isu yang diperdebatkan tak main-main. Bertajuk "Menyoal Kebebasan Berpendapat dan Konstitusional Pemakzulan Presiden di Era Pendemi Covid-19", kalangan pakar memperdebatkan kemungkinan menurunkan Jokowi secara konstitusional karena dianggap gagal menangani pandemi di Indonesia. 

"Saya melihat kehidupan kenegaraan kita terakhir ini membangun kediktatoran konstitusional yang bersemayam pada konstitusi, seperti ada produk Perppu (Perppu Nomor 1 Tahun 2020) menjadi undang-undang dan sejumlah kebijakan lain," kata mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin saat membuka diskusi. 

Selain Din, acara diskusi itu juga dihadiri Ketua Umum Mahutama Aidul Fitriciada, mantan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (WamenkumHAM) Denny Indrayana, mantan guru besar hukum Universitas Diponegoro (Undip) Suteki, guru besar hukum Universitas Padjajaran (Unpad) Susi Dwi Harijanti dan Wakil Ketua Sekolah Hukum Jentera Bivitri Susanti.

Dalam paparan singkatnya, Din menyinggung sejumlah kasus yang menunjukkan rezim Jokowi kian represif. Termutakhir, perkara intimidasi terhadap panitia dan narasumber diskusi bertema serupa di Universitas Gadjah Mada (UGM), akhir Mei lalu.