close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi premanisme. Alinea.id/Dwi Setiawan.
icon caption
Ilustrasi premanisme. Alinea.id/Dwi Setiawan.
Peristiwa
Senin, 05 Mei 2025 12:52

Di balik maraknya premanisme ormas di Jabar

Aksi kriminalitas yang melibatkan oknum ormas marak di Jabar dalam beberapa bulan terakhir.
swipe

Kasus-kasus dugaan kriminalitas yang melibatkan organisasi kemasyarakatan (ormas) marak di Jawa Barat. Belum lama ini, Build Your Dream (BYD), produsen mobil asal Tiongkok melaporkan adanya ormas yang mengganggu pembangunan pabrik mereka di Subang, Jabar. 

Gangguan terhadap pembangunan pabrik BYD oleh ormas kali pertama diungkap Wakil Ketua MPR RI Eddy Soeparno dalam sebuah video yang diunggah di akun Instagram pribadinya, Minggu (20/4). Eddy khawatir ulah ormas  bakal membuat investor kabur dari Indonesia. 

“Pemerintah perlu tegas untuk kemudian menangani permasalahan ini, jangan sampai investor datang ke Indonesia dan merasa kemudian tidak mendapatkan jaminan keamanan," kata politikus Partai Amanat Nasional (PAN) itu.

Laporan serupa juga diungkap VinFast, produsen kendaraan listrik asal Vietnam. Seperti BYD, Vinfast juga tengah membangun pabrik di atas lahan seluas 170 hektare di Subang. Nilai investasinya mencapai US$200 juga atau sekitar Rp3,2 triliun.

Di Depok, sejumlah orang yang mengaku kader GRIB Jaya ditangkap polisi lantaran terlibat penganiayaan dan pembakaran mobil polisi di kawasan Harjamukti. Bentrok terjadi tak lama setelah para pelaku mengancam pekerja PT. PP Properti yang sedang membangun pagar di wilayah tersebut.

Jelang Idul Fitri 2025, sempat muncul kasus vandalisme yang melibatkan anggota ormas Laskar Merah Putih (LMP) di Kabupaten Bekasi, Jabar. Anggota ormas itu murka dan menyerang Kantor Dinkes Kabupaten Bekasi lantaran proposal permintaan THR mereka tak disetujui. 

Peneliti di Pusat Riset Kependudukan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Andy Ahmad Zaelany merinci sejumlah faktor yang menyebabkan  konflik yang melibatkan ormas atau kelompok preman marak di Jabar. Pertama, Jabar lekat dengan budaya jawara yang ditandai banyaknya perguruan silat di provinsi itu. 

"Dahulu ada budaya beking. Pejabat kerajaan maupun pejabat kolonial membutuhkan para jawara untuk menjaga mereka. Tetapi, di sisi lain, membiarkan mereka berbuat kejahatan seperti merampok dan sebagainya serta siap membela mereka bila tertangkap," kata Andy kepada Alinea.id di Jakarta, belum lama ini. 

Faktor lainnya, lanjut Andy, munculnya kantong-kantong kemiskinan di berbagai daerah di Jabar seiring berkembangnya industri. Warga lokal, sebagian tergabung dalam ormas, merasa semakin tersingkirkan. Walhasil, di kalangan warga setempat muncul sikap memusuhi pendatang baru.  

"Bertumbuhnya industri yang meningkatkan  segregasi sosial antara pekerja pendatang dengan penduduk lokal. Sering muncul perasaan ketidakadilan pada penduduk lokal. Kenapa di daerah mereka kok orang lain yang dapat pekerjaan dan bisa hidup makmur, sementara mereka tetap miskin dan pengangguran," kata Andy. 

Faktor lainnya ialah keterbatasan finansial ormas. Menurut Andy, banyak ormas tidak bisa mendanai operasional organisasi mereka sendiri. Di luar aktivitas legal, pungutan liar dan pemalakan jadi salah satu cara bagi anggota ormas untuk mencari sumber pendapatan. 

"Biasanya ormas mencari dana  dengan membantu kegiatan-kegiatan masyarakat seperti pengamanan kegiatan, pengamanan kampanye parpol, menjadi pengawal seorang tokoh atau pengusaha," jelas Andy. 

Kriminolog dari Universitas Indonesia (UI) Arthur Josias Simon Runturambi mengatakan fenomena benturan antar ormas dan aparat di Jabar tidak terlepas dari faktor ekonomi dan perkembangan industri. Kelompok preman berbaju ormas tumbuh subur di Jabar karena angka putus sekolah dan tingkat pengangguran yang tinggi. 

"Sehingga mereka tertarik untuk ikut serta (bergabung di ormas). Apalagi, bagi mereka yang pengangguran, putus sekolah, dan tinggal di wilayah miskin," kata Josias kepada Alinea.id. 

Maret lalu, Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi membentuk Satgas Anti Premanisme untuk memberantas kelompok-kelompok preman berbaju ormas yang kerap mengganggu investasi dan meresahkan masyarakat. Satgas beranggotakan personel TNI dan Polri. 

Josias menilai pembentukan Satgas itu belum tentu bisa efektif memberantas kelompok preman berjubah ormas. Apalagi, tak semua aksi premanisme disulut faktor-faktor ekonomi. "Bahkan, ada alasan politik dan latar belakang lain," imbuh Josias. 

Sebagai solusi meredam premanisme ormas, Josias berpendapat pemerintah daerah perlu meningkatkan keamanan pada kawasan yang potensial diganggu kelompok preman. "Kedua, administrasi izin, lembaga, operasional sesuai aturan dan seterusnya," jelas dia. 
 

img
Kudus Purnomo Wahidin
Reporter
img
Christian D Simbolon
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan