Formappi: Pemahaman DPR terhadap omnibus law masih lemah

Prolegnas yang disusun DPR tidak terlalu menyambung dengan program legislasi pemerintah yang mengusung penyederhanaan legislasi.

Suasana Rapat Paripurna ke-6 DPR Masa Persidangan I Tahun Sidang 2019-2020 di Kompleks Parlemen, Senayan, Selasa (17/12).Foto Antara/Rivan Awal Lingga/foc.

Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus menilai pemahaman DPR terhadap penyederhanaan legislasi dengan metode omnibus law, masih lemah.

Indikasinya terlihat dari 248 Rancangan Undang-Undang (RUU) yang masuk dalam Prolegnas 2020-2024 dan Prolegnas Prioritas 2020 tidak menunjukkan semangat omnibus law, yaitu menyederhanakan perundang-undangan dengan menggabungkan atau menghapus peraturan perundang-undangan menjadi satu undang-undang.

"Tampaknya pemahaman DPR terhadap omnibus law masih lemah. Artinya pemerintah lebih maju dengan omnibus law, mereka tahu mana yang menjadi prioritas," kata Lucius di Kantor Formappi, Matraman, Jakarta, Kamis (19/12).

Prolegnas yang disusun DPR tidak terlalu menyambung dengan program legislasi pemerintah yang mengusung penyederhanaan legislasi atau omnibus law. Seharusnya melalui omnibus law, jumlah RUU yang sedikit bisa mencakup banyak persoalan. 

"Katakanlah semua komisi melakukan kajian atau pemetaan legislasi yang terkait dengan bidang kerja komisinya. Itu dilakukan bersama dengan mitra kerja dari pemerintah. Lalu dari situ dicari peluang untuk menyederhanakan terhadap banyak UU agar tercapai yang diinginkan pemerintah melalui program omnibus law tersebut," jelas dia.