ICJR desak RUU PKS tetap masuk Prolegnas Prioritas 2020

Penanganan korban kekerasan seksual sangat kompleks, memerlukan peran negara.

Terpidana kasus pelanggaran UU ITE Baiq Nuril Maknun di DPR RI./ Antara Foto.

Institute of Criminal Justice Reform (ICJR) meminta agar rancangan undang-undang (RUU) Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) tetap masuk dalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2020.

Pasalnya, penanganan korban kekerasan seksual sangat kompleks dan memerlukan peran negara. Jika negara menyerah karena kesulitan, maka korban akan terus berjatuhan.

“Berbagai kasus kekerasan seksual terus saja terjadi tanpa adanya intervensi yang berarti dari negara, sebagai pihak yang memiliki kewajiban untuk memenuhi hak korban atas perlindungan dan juga pemulihan. Kita bisa lihat dari kasus Baiq Nuril Maknun, yang menjadi korban kekerasan seksual atasannya, ia seharusnya diberikan perlindungan untuk dapat melaporkan kasusnya justru dijadikan korban dengan bayang-bayang kriminalisasi,” tutur Direktur Eksekutif ICJR Erasmus A.T Napitupulu dalam keterangan tertulis, Rabu (1/7).

Menurut Erasmus, RUU PKS diperlukan karena minimnya akses pendampingan bagi korban kekerasan seksual. ICJR kemudian merujuk pada data BPS pada 2018 bahwa tercatat 1.299 kasus perkosaan dan 3.970 kasus pencabulan. Sedangkan pada 2017, jumlah kekerasan seksual mencapai 5.513 kasus. 

Nahasnya, lanjut Erasmus, Laporan Tahunan LPSK 2019 menyebutkan hanya 507 korban kekerasan seksual yang terlindungi. Padahal, Catatan Tahunan Komnas Perempuan menyatakan pada 2019 tercatat 3.062 kasus kekerasan seksual di ranah publik.