ICW soroti praktik buruk pengangkatan komisaris BUMN

Pengangkatan timses dalam pemilihan presiden sebagai komisaris menunjukkan BUMN hanyalah tempat untuk ucapan terima kasih.

Menteri BUMN Erick Thohir/Foto dokumentasi Kementerian BUMN

Indonesia Corruption Watch (ICW) mengkritik keputusan Menteri Badan usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir menetapkan Wakil Menteri Pertahanan RI Muhammad Herindra sebagai komisaris PT Len Industri, dan mantan Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB) Tuan Guru Bajang diangkat menjadi Wakil Komisaris Utama PT Bank Syariah Indonesia. Ada juga mantan terpidana korupsi sebagai pejabat BUMN, yakni Emir Moeis diangkat sebagai komisaris PT Pupuk Iskandar Muda, anak perusahaan PT Pupuk Indonesia.

"Pengangkatan komisaris BUMN yang rangkap jabatan, memiliki rekam jejak bermasalah, dan merupakan timses pemenangan dalam pemilihan presiden telah berulang kali terjadi dan karenanya harus dihentikan. Keberadaan mereka sebagai direksi ataupun komisaris BUMN berpotensi menimbulkan permasalahan seperti konflik kepentingan. Konflik kepentingan seperti yang diketahui merupakan pintu masuk korupsi. Sejumlah tindak pidana korupsi terjadi antara lain akibat adanya pembiaran terhadap potensi konflik kepentingan," ujar peneliti ICW Egi Primayogha dalam keterangan tertulis, Rabu (25/8).

Ia kemudian mencontohkan kasus korupsi yang menjerat Bupati Bandung Barat Aa Umbara. Dalam kasus pengadaan barang tanggap darurat pandemi Covid-19, tugas Aa adalah untuk mengawasi. "Namun ia diduga menunjuk anaknya untuk terlibat dalam proyek pengadaan. Dalam dakwaan jaksa KPK, Aa diduga telah mengatur tender pengadaan barang untuk bansos Covid-19," terangnya.

Kasus tersebut, lanjut ICW, memperlihatkan adanya konflik kepentingan yang berpotensi memunculkan kasus korupsi. "Pejabat yang memiliki konflik kepentingan berpotensi menguntungkan diri sendiri atau kelompoknya. Dalam hal rangkap jabatan pejabat BUMN, potensi konflik kepentingan jika dibiarkan bukan tidak mungkin dapat memunculkan kasus-kasus korupsi. Mereka juga berpotensi bersikap diskriminatif, serta mengelola BUMN atau instansinya dengan tidak transparan dan akuntabel. Selain itu, mereka berpotensi menerima penghasilan ganda," terangnya.

Ia menerangkan, diangkatnya mantan terpidana korupsi sebagai pejabat BUMN menunjukkan bahwa pengangkatan tersebut cacat integritas. BUMN, sambung Egi, semestinya diisi oleh orang-orang yang memiliki kompetensi dan integritas. "Akan tetapi pemerintah justru mengangkat pihak yang pernah terjerat kasus korupsi. Sementara itu pengangkatan timses dalam pemilihan presiden sebagai direksi/komisaris BUMN seakan menunjukkan bahwa BUMN hanyalah tempat untuk 'ucapan terima kasih' dan 'bagi-bagi kursi' semata," katanya.