LSM sebut pengamanan polisi pada peserta unjuk rasa berlebihan

Aksi pengamanan yang dilakukan polisi, dinilai melanggar hukum dan hak asasi manusia (HAM).

Sejumlah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang tergabung dalam Tim Advokasi untuk Demokrasi mengecam sikap kesewenang-wenangan polisi terhadap peserta unjuk rasa pada 24-30 September lalu.Alinea.id/Aya Soraya

Sejumlah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang tergabung dalam Tim Advokasi untuk Demokrasi mengecam sikap kesewenang-wenangan polisi terhadap peserta unjuk rasa pada 24-30 September lalu.

Aksi pengamanan yang dilakukan polisi, dinilai melanggar hukum dan hak asasi manusia (HAM), terutama hak menyampaikan pendapat yang tertuang dalam Pasal 28E UUD 1945 dan Pasal 5 UU No.9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Depan Umum.

"Upaya penanganan yang dilakukan polisi itu tidak dijalankan sesuai prosedur hukum, semua itu lebih pantas disebut aksi pemburuan, tidak manusiawi," ujar Direktur LBH Jakarta Arif Maulana dalam Konferensi Pers di Kantor KontraS, Jakarta Pusat, Jumat (4/10).

Sebelum unjuk rasa, ada upaya menghalangi kepolisian kepada mahasiswa yang hendak datang ke Jakarta, dengan melakukan sweeping dan penangkapan di berbagai tempat seperti stasiun kereta, jalan raya, terminal bus, dan lainnya. Parahnya, para pelajar yang ditangkap itu dibuat setengah telanjang, dan dijemur di tengah teriknya Matahari.

Pelanggaran juga terjadi selama unjuk rasa berlangsung. Kepolisian disebut terlampau berlebihan menggunakan kekuatannya saat hendak mengamankan aksi demonstrasi tersebut.