Meramu integrasi BRIN dan lembaga riset yang ideal

Proses integrasi lembaga riset ke dalam BRIN harus sesuai aturan undang-undang.

Ilustrasi Badan Riset dan Inovasi Nasional. Alinea.id/Figie Saputra

Eks Menteri Riset dan Teknologi/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (Menristek-Dikti/Kepala BRIN) Bambang Brodjonegoro mewanti-wanti agar integrasi lembaga riset ke dalam BRIN dilakukan secara hati-hati. Jika keliru dijalankan, ia khawatir integrasi bakal hanya jadi ajang pemindahan birokrasi. 

"Kita harus benar-benar upayakan transisinya mulus dan organisasi penelitian itu bukan organisasi yang birokratis. Tetapi, bukan birokratis itu bukan berarti bapak-ibu tidak PNS lagi, bukan berarti tidak ada jabatan fungsional lagi,” terang Bambang saat berbicara dalam webinar Alinea Forum bertajuk "Organisasi Riset dan Inovasi Bagi Kemajuan Iptek", Selasa (3/8).

Integrasi empat lembaga riset merupakan mandat dari Peraturan Presiden Nomor 33 Tahun 2021 Tentang Badan Riset dan Inovasi Nasional (Perpres BRIN) yang diteken Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 28 April 2021. Sebelum Pepres itu terbit, DPR dan pemerintah sepakat melepaskan BRIN dari Kemenristek. 

Dalam Perpres itu, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan), dan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) disebutkan bakal berada di bawah naungan BRIN yang kini berstatus sebagai lembaga otonom. 

Bambang mengisahkan ide integrasi lembaga-lembaga riset itu sudah ada di benaknya saat ia masih jadi menteri Jokowi. Dalam bayangan Bambang, integrasi di bawah BRIN akan melepaskan lembaga-lembaga riset dari jeratan birokasi struktural yang kental ada di lingkungan kementerian dan lembaga negara.