MK putuskan larangan pengurus parpol jadi anggota DPD

Pengurus parpol dari tingkat pusat hingga tingkatan paling rendah terkena konsekuensi hukum ini.

Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Aswanto (tengah) bersama Hakim Maria Farida Indrati (kiri) dan Hakim Saldi Isra (kanan) memimpin sidang lanjutan pengujian UU no.7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa (10/7)/ Antara Foto

Mahkamah Konstitusi (MK) memutus permohonan uji materi Pasal 182 huruf l UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Dalam putusannya, MK melarang pengurus partai politik (parpol) untuk menjadi anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI.

"Anggota DPD sejak Pemilu 2019 dan pemilu-pemilu setelahnya yang menjadi pengurus partai politik adalah bertentangan dengan UUD 1945," ujar Hakim Konstitusi I Dewa Gede Palguna di Gedung MK di Jakarta, Senin (23/7).

MK menekankan, maksud kata "pengurus" mencakup seluruh struktur yang ada di sebuah parpol, dari tingkat pusat hingga paling rendah.

Perkara yang teregistrasi dengan nomor 30/PUU-XVI/2018, diajukan anggota DPD Provinsi Jawa Barat, Muhammad Hafidz. Dia mengajukan uji materi atas frasa "pekerjaan lain" dalam Pasal 182 huruf l UU Pemilu

Adapun bunyi pasal 182 huruf l adalah sebagai berikut: bersedia untuk tidak berpraktik sebagai akuntan publik, advokat, notaris, pejabat pembuat akta tanah, dan/atau tidak melakukan pekerjaan penyedia barang dan jasa yang berhubungan dengan keuangan negara serta pekerjaan lain yang dapat menimbulkan konflik kepentingan dengan tugas, wewenang, dan hak sebagai anggota DPD sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.