Pemerintah diminta mengakui situasi gawat darurat akibat kolapsnya faskes

Ketika pemerintah mencitrakan situasi di Indonesia masih baik-baik saja, maka justru menumbuhkan ketidakwaspadaan.

Salah seorang warga melakukan tes cepat antigen guna mendeteksi COVID-19 di salah satu layanan kesehatan di Jakarta. Foto Antara/Muhammad Zulfikar.

Data tingkat keterisian tempat tidur (bed occupancy rate/BOR) tidak sesuai kondisi di lapangan. Sebab, pemerintah tidak melakukan update data BOR secara realtime. Imbasnya, pasien Covid-19 bergejala sedang hingga kritis semakin kesulitan menemukan tempat tidur untuk mengakses layanan kesehatan di rumah sakit (RS).

Di sisi lain, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) masih percaya dengan data statistik yang tidak merefleksikan angka di lapangan tersebut.

“Sistem yang ada di Dinkes (Dinas Kesehatan) DKI Jakarta, di situ tertulis masih terdapat sekian tempat tidur, kami hubungi ternyata penuh. Pasien kami tuntut datang ke rumah sakit, ternyata penuh. Di lapangan itu penuh, tetapi di data masih ada. Jadi, pemerintah menggunakan data ini,” ujar Inisiator LaporCovid-19 Irma Hidayana dalam diskusi virtual, Senin (7/5).

Kemenkes sebelumnya membantah data LaporCovid-19 terkait fasilitas kesehatan di Indonesia kolaps dalam menghadapi pandemi Covid-19. Ini terkait temuan 265 pasien Covid-19 meninggal dunia saat isolasi mandiri di rumah masing-masing selama Juni-2 Juli 2021.

Ia menganggap, pemerintah masih memperlakukan angka kematian di Indonesia akibat Covid-19 hanya sebagai statistik belaka. Pemerintah cenderung tidak memperlihatkan empati kepada keluarga korban yang berjuang mendapatkan penolakan dari satu RS ke RS lainnya.