Perlawanan Anwar Usman mempertaruhkan citra MK

Padahal, konsolidasi internal diperlukan untuk kembali memperbaiki citra MK kepada publik. Setelah adanya putusan MKMK beberapa waktu lalu.

Petugas keamanan melintas di depan Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis (23/5/2019). Foto Antara

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman pada Jumat (24/11) mendaftarkan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta. Berdasarkan Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PTUN, perkara tersebut bernomor 604/G/2023/PTUN.JKT dengan status pendaftaran perkara. Tergugatnya adalah Ketua MK RI.

Apa yang dilakukan Hakim Konstitusi Anwar Usman itu, sangat berbeda jauh dengan pernyataannya sebelumnya. 

"Sejak awal saya sudah mengatakan, bahwa jabatan itu adalah milik Allah SWT, Tuhan Yang Maha Kuasa. Sehingga pemberhentian saya sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi, tidak sedikit pun membebani diri saya," kata Anwar dalam konferensi pers di kantor MK pada Rabu (8/11).

Perubahan sikap Anwar Usman itu, memang layak dipertanyakan publik. Pasalnya, dengan masuknya perkara ke PTUN, bakal membuat konsentrasi hakim konstitusi terbagi. Selain melakukan konsolidasi internal, hakim konstitusi juga harus datang ke PTUN untuk menghadiri persidangan. Padahal, MK perlu segera melakukan konsolidasi internal untuk kembali memperbaiki citra MK kepada publik. Setelah adanya putusan MKMK beberapa waktu lalu. 

"Proses di PTUN bisa 3-4 bulan. Hal ini setidaknya bakal mengganggu konsentrasi Ketua MK untuk mempebaiki internal. Karena hal itu justru malah memelihara konflik di internal MK," kata Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas Charles Simabura, saat dihubungi Alinea.id, Sabtu (25/11).