Soal Perppu Cipta Kerja, YLBHI mentahkan dalih perang Rusia-Ukraina

Bagi YLBHI, penerbitan Perppu Cipta Kerja justru bentuk pembangkangan, pengkhianatan, atau kudeta terhadap konstitusi.

Ilustrasi Perppu Cipta Kerja. Freepik

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD, mengklaim, ada alasan kuat untuk menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja (Ciptaker). Salah satunya dampak invasi Rusia ke Ukraina.

"Ada cukup alasan untuk menyatakan bahwa diundangkannya Perppu Nomor 2 Tahun 2022 ini didasarkan pada alasan mendesak, yaitu misalnya dampak perang Ukraina, yang secara global maupun nasional, memengaruhi negara-negara lain, termasuk Indonesia, mengalami ancaman inflasi, ancaman stagflasi, krisis multisektor, suku bunga, kondisi geopolitik, serta krisis pangan," tuturnya di Istana Presiden, Jakarta, pada Jumat (30/12).

Sebagai informasi, Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat dalam Putusan No. 91/PUU-XVIII/2020, yang dibacakan 25 November 2021. Pemerintah pun diminta memperbaikinya paling lama 2 tahun sejak putusan diucapkan atau akan menjadi inkonstitusional permanen.

Mahfud menyampaikan, pemerintah harus segera mengambil langkah strategis dalam menghadapi situasi tersebut. Penerbitan perppu adalah kebijakan yang diambil dengan dalih bakal tertinggal dalam mengantisipasi dan menyelematkan situasi jika melakukan upaya normal dalam merevisi UU Cipta Kerja.

"Kalau masih menunggu sampai berakhirnya tenggat yang ditentukan oleh Putusan MK Nomor 91 Tahun 2020, maka pemerintah akan ketinggalan untuk mengantisipasi dan menyelamatkan situasi. Oleh sebab itu, langkah strategis diperlukan dan untuk memenuhi syarat langkah strategis bisa dilakukan, maka perppu ini harus dikeluarkan lebih dulu," urainya.