Polisi terindikasi langgar HAM tangani aksi 22 Mei

"Ada indikasi pelanggaran HAM dengan korban dari berbagai kalangan."

Para personel Brimob berjaga saat aksi 22 Mei di sekitar Gedung Bawaslu./ Antara Foto

Direktur Eksekutif Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Asfinawati menyatakan, ada indikasi pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) dalam tindakan aparat keamanan, terhadap massa yang berunjuk rasa di depan Gedung Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Menurutnya, ada berbagai bentuk kekerasan yang terjadi selama penanganan demonstrasi pada 21-24 Mei 2019 di Jakarta.

"Ada indikasi pelanggaran HAM dengan korban dari berbagai kalangan. Mulai dari tim medis, jurnalis, penduduk setempat, peserta aksi, dari berbagai usia," kata Asfinawati di gedung YLBHI Jalan Diponegoro, Menteng, Jakarta Pusat, Minggu (26/5).

Asfin menyayangkan pendekatan represif yang digunakan aparat kepolisian dalam menangani aksi demonstrasi tersebut. Padahal, kata dia, prinsip praduga tak bersalah harus menjadi dasar bagi kepolisian saat melaksanakan tugas pengamanan.

Institusi penegak hukum, tambah Asfin, menjalankan tugas sesuai tupoksinya masing-masing. Polisi sebagai penyidik, jaksa sebagai penuntut, peradilan sebagai pemutus, serta rumah tahanan sebagai penghukum. Dalam praktiknya, Asfin menilai polisi kerap memegang dua fungsi sekaligus sebagai pengaman atau penyidik dan sekaligus menjadi penghukum. 

"Tidak boleh dalam satu institusi menjalankan dua fungsi. Misalnya penyidik sekaligus sebagai penghukum," kata Asfin.