Polisi virtual dinilai tidak memberi manfaat untuk demokrasi

Situasi ruang digital di Indonesia dapat digolongkan sebagai terjadinya penindasan teknologikal terhadap aktivisme digital.

Ilustrasi pengerahan buzzer dan influencer. Alinea.id/Dwi Setiawan

Pengawasan polisi virtual sangat subjektif dan dapat memunculkan situasi digital panoptical atau situasi di mana adanya upaya untuk mendisiplinkan warga negara dengan virtual alert di ranah digital. Karena itu, harus secepatnya dilakukan koreksi.

Direktur Eksekutif SAFEnet, Damar Juniarto, menyebut, polisi virtual tidak akan banyak memberi manfaat bagi perkembangan demokrasi. Namun, justru akan menimbulkan ketakutan baru bagi warganet.

"Dapat disebutkan saat ini Indonesia sudah memasuki era otoritarianisme digital," ucapnya dalam keterangan tertulis, Jumat (5/3).

Menurut dia, situasi ruang digital di Indonesia saat ini dapat digolongkan sebagai terjadinya penindasan teknologikal terhadap aktivisme digital. Imbasnya, dengan sumber daya yang kuat dapat melakukan penindasan teknologikal dengan cara yang sangat canggih. 

Bahkan, pengerahan pasukan siber tidak perlu biaya besar dan mudah dikontrol. "Ruang digital betul-betul dimanfaatkan untuk menciptakan dampak di ranah fisik," tutur Damar.