Program drainase vertikal Jakarta belum maksimal

Program drainase vertikal di Jakarta dinilai kurang efektif sebagai penangkal banjir.

Kendaraan melewati banjir di kawasan Jalan S. Parman, Jakarta Barat, Rabu (1/1/2020). Banjir tersebut disebabkan tingginya curah hujan serta buruknya sistem drainase di kawasan tersebut. /Antara Foto

Abdul Said, 61 tahun, mondar-mandir. Bersenjatakan sarung tangan dan serokan, Said sibuk membersihkan sumur resapan di belakang rumahnya di RW 07, Cipete Selatan, Kecamatan Cilandak, Selasa (7/1) sore itu. Dedaunan dan sampah organik dilibasnya. 

Sumur itu baru berusia beberapa bulan. Menurut Said, ia memang sengaja membuat sumur resapan untuk menampung air hujan agar tidak langsung ke sungai.

"Selain itu, sumur serapan ini saya buat untuk mengatasi kekeringan di musim kemarau," ujar Ketua RW 07 Cipete Selatan itu saat berbincang dengan Alinea.id

Sumur resapan itu memiliki kedalaman 2 meter dan lebar 180 centimeter. Menurut Said, sumur itu ia buat sendiri dengan biaya lebih kurang Rp7 juta. Sejauh ini, hanya rumah Said yang punya sumur resapan di RW itu. 

Lebuh jauh, ia mengaku berinisiatif membuat sumur resapan karena tak mau kecolongan. Padahal, secara geografis, Cipete Selatan bukan daerah yang rutin kebanjiran.