sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Program drainase vertikal Jakarta belum maksimal

Program drainase vertikal di Jakarta dinilai kurang efektif sebagai penangkal banjir.

Kudus Purnomo Wahidin
Kudus Purnomo Wahidin Senin, 13 Jan 2020 13:40 WIB
Program drainase vertikal Jakarta belum maksimal

Abdul Said, 61 tahun, mondar-mandir. Bersenjatakan sarung tangan dan serokan, Said sibuk membersihkan sumur resapan di belakang rumahnya di RW 07, Cipete Selatan, Kecamatan Cilandak, Selasa (7/1) sore itu. Dedaunan dan sampah organik dilibasnya. 

Sumur itu baru berusia beberapa bulan. Menurut Said, ia memang sengaja membuat sumur resapan untuk menampung air hujan agar tidak langsung ke sungai.

"Selain itu, sumur serapan ini saya buat untuk mengatasi kekeringan di musim kemarau," ujar Ketua RW 07 Cipete Selatan itu saat berbincang dengan Alinea.id

Sumur resapan itu memiliki kedalaman 2 meter dan lebar 180 centimeter. Menurut Said, sumur itu ia buat sendiri dengan biaya lebih kurang Rp7 juta. Sejauh ini, hanya rumah Said yang punya sumur resapan di RW itu. 

Lebuh jauh, ia mengaku berinisiatif membuat sumur resapan karena tak mau kecolongan. Padahal, secara geografis, Cipete Selatan bukan daerah yang rutin kebanjiran. 

"Tak ada yang bisa memastikan ke depan apakah wilayah kita terbebas dari banjir. Kemarin, saya serukan ke warga bila ingin izin membangun bangunan baru itu diwajibkan bikin drainase vertikal," ujarnya.

Said mengatakan, hanya ada satu titik di wilayahnya yang rentan terhadap banjir, yakni RT 02. "Karena RT 02 itu dulunya merupakan sawah. Terlebih, dekat Kali Krukut yang melintas di lingkungan kami," imbuhnya. 

Saat Jakarta dikepung banjir besar awal tahun 2020, Cipete Selatan tergolong relatif aman dari terjangan air bah. Hanya sejumlah titik di kawasan itu yang terendam air. Itu pun tak lama. 

Sponsored

Hal itu setidaknya dibenarkan oleh Sarjito, pengurus Masjid Al-Ikhlas, Cipete Selatan. Menurut dia, sejak sejumlah drainase vertikal dibangun di lingkungan masjid dua tahun lalu, banjir ogah menyerbu. "Bahkan saat banjir Jakarta kemarin, kami tidak kebanjiran," ujarnya.

Prestasi Cipete Selatan itu sempat diklaim oleh Dinas Kominfo DKI Jakarta. Dalam sebuah video yang sempat beredar di media sosial beberapa waktu lalu, Cipete Selatan disebutkan terbebas dari banjir karena drainase vertikal yang dibangun pemerintah. 

Namun, Ketua RT 06 RW 04 Kelurahan Cipete Selatan, Hasyim, tegas membantah hal tersebut. Ia mengatakan, wilayah Cipete Selatan memang bukan daerah langganan banjir sejak dulu. 

Menurut dia, Pemprov DKI Jakarta tak pernah menggelontorkan anggaran untuk pembangunan drainase vertikal di kawasan tersebut. "Saya tahunya warga buat sendiri, bukan karena dibuatin oleh Pemprov DKI Jakarta," ujar Hasyim. 

Mobil dan bus Transjakarta terendam banjir di Jalan Kemang Raya, Jakarta Selatan, Rabu (1/1). /Antara Foto

Terpisah, Kepala Dinas Cipta Karya, Tata Ruang dan Pertanahan Pemprov DKI Jakarta Heru Hermawanto membenarkan tak semua drainase vertikal dibikin oleh pemprov. "Tapi bisa juga mekanisme bantuan dari pemprov. Cuma saya belum tahu pasti," ujarnya saat dihubungi Alinea.id.

Menurut Heru, kebanyakan drainase vertikal yang dibuat Pemprov DKI Jakarta tersebar di wilayah Jakarta Pusat dan Jakarta Utara. Kedua wilayah tersebut disasar karena permukaan airnya lebih tinggi. "Lebih banyak dari wilayah selatan," imbuhnya. 

Heru mengaku tak tahu pasti berapa jumlah drainase vertikal yang dibuat pemprov saat ini. Yang jelas, setiap pemilik dan penanggungjawab bangunan di Jakarta diimbau membuat sumur resapan agar banjir dapat diminimalisir.

"Soalnya banyak sekali. Angkanya ada kisaran ribuan. Pada prinsipnya, bila banyak bangunan, maka diharapkan membuat sumur resapan sebagai kompensasi penutupan tanah atas bangunan. Setiap 25 meter persegi penutupan, maka wajib membuat satu meter kubik sumur resapan," tutur dia. 

Kurang efektif 

Pakar geospasial Institut Teknologi Bandung (ITB) Bintang Rahmat Wananda mengatakan, sumur resapan atau lubang biopori tak sepenuhnya efektif untuk menangkal banjir.

"Jakarta ini hilir, muka air tanah itu dangkal. Jadi kalau hujan deras, dia cepat jenuh. Malah, kalau kita bikin lubang biopori, air yang keluar. Jadi, kalau hujan deras, airnya nyempul," ujar Bintang kepada Alinea.id
 
Menurut Bintang, kawasan padat pemukiman di Jakarta, akan lebih tepat jika pemerintah menerapkan konsep top run off. Dengan konsep ini, permukiman dan perumahan wajib membangun kolam retensi atau undergrond tank. "Menahan air di perumahan dan permukiman untuk mengurangi beban sungai," jelas dia. (Mar) 

Caleg Pilihan
Berita Lainnya
×
tekid