PKPU tak cukup kuat tutup pintu bagi eks koruptor

Sebelumnya, KPU sudah pernah melarang eks napi kasus korupsi ikut pemilu.

Tersangka terkait dugaan kasus suap pengisian jabatan perangkat daerah Pemerintah Kabupaten Kudus tahun 2019, Bupati Kudus 2018-2023 Muhammad Tamzil (kedua kiri) digiring petugas menuju mobil yang akan membawa ke penjara usai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Sabtu (27/7). /Antara Foto

Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI Rahmat Bagja menilai peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) tak cukup kuat untuk melarang eks napi kasus korupsi maju mencalonkan diri menjadi kepala daerah. Menurut Bagja, larangan bagi eks koruptor mencalonkan diri jadi kepala daerah hanya efektif jika diatur dalam undang-undang (UU). 

"Sekarang kan di UU Pemilu itu belum diatur, terus tiba-tiba KPU mengatur sendiri. Makanya, kami kritik KPU kenapa dia melakukan perbuatan di luar kewenangannya. Ini kan juga terkait pembatasan hak asasi manusia. Harusnya ini dilakukan oleh DPR dan pemerintah dalam bentuk UU," ujar Bagja di kantor KoDe Inisiatif, Tebet, Jakarta Selatan, Senin (12/8).

Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Basaria Panjaitan mengimbau agar parpol tak mengusung orang-orang yang pernah bermasalah dengan kasus korupsi. Imbauan itu diutarakan setelah Bupati Kudus, Muhammad Tamzil, kembali digulung KPK karena tersandung kasus suap, akhir Juli lalu. 

Tamzil bisa dikata 'residivis' kasus korupsi. Saat menjabat sebagai Bupati Kudus pada 2014, Tamzil juga sempat terjerat dalam kasus korupsi pengadaan sarana dan prasarana pendidikan. Setelah menjalani hukuman dan bebas pada 2018, ia kembali mencalonkan diri menjadi bupati. 

Gayung pun bersambut. Komisioner KPU Viryan Aziz mengaku siap mengubah PKPU terkait pencalonan utnuk melarang eks koruptor maju menjadi kepala daerah. Menurut Viryan, KPU tengah  menampung masukan dari publik sembari mematangkan aturan tersebut.