Hak veto yang dimiliki oleh negara-negara besar kerap membuat PBB tidak dapat mengambil langkah tegas terhadap konflik internasional.
Wakil Ketua Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Sukamta, menyoroti pentingnya reformasi di tubuh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), khususnya terkait hak veto yang selama ini dinilai menghambat penyelesaian konflik global.
Menurut Sukamta, hak veto yang dimiliki oleh negara-negara besar kerap membuat PBB tidak dapat mengambil langkah tegas terhadap konflik internasional. Ia mencontohkan bagaimana konflik Israel-Palestina maupun perang di Ukraina tersendat penyelesaiannya karena veto oleh negara berkepentingan.
“Setiap kali ada pembahasan tentang Israel, Amerika Serikat selalu memveto. Seolah-olah Israel menjadi negara kebal hukum. Hal yang sama juga terjadi dalam konflik Ukraina yang tidak terselesaikan akibat veto Rusia,” ujar politisi dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) tersebut, baru-baru ini.
Namun demikian, Sukamta tetap menilai keberadaan PBB sangat penting sebagai wadah diplomasi dan perdamaian global. “Bagaimanapun tidak efektifnya, tetap lebih baik ada PBB dibanding tidak ada. Tanpa PBB, dunia bisa lebih kacau,” tegasnya.
Untuk itu, ia mendorong agar reformasi sistem di PBB segera diwujudkan, terutama menyangkut mekanisme pemberlakuan hak veto. Salah satu usulan yang pernah mencuat adalah agar hak veto hanya bisa berlaku jika mendapat dukungan dua pertiga suara Majelis Umum PBB.