Ketua Komisi III DPR Habiburokhman menilai putusan MK potensial memunculkan kerancuan.
Komisi III DPR RI mengundang tiga pakar hukum dan tata negara untuk memberikan pandangan terkait putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memisahkan penyelenggaraan pemilu nasional dan lokal mulai 2029.
Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman, menjelaskan bahwa pihaknya ingin memperoleh masukan mendalam mengenai dampak dan landasan hukum putusan MK Nomor 135/PUU-XXII/2024. Menurutnya, keputusan tersebut menimbulkan berbagai diskusi di masyarakat, khususnya soal kewenangan MK dalam menetapkan kebijakan hukum terbuka (open legal policy), yang selama ini menjadi ranah pembentuk undang-undang.
“Ada anggapan bahwa MK telah mengubah konstitusi UUD 1945, terutama terkait pelaksanaan pemilu dan pilkada. Bahkan ada kekhawatiran soal inkonsistensi karena bertentangan dengan dua putusan MK sebelumnya,” ujarnya di Kompleks Parlemen, Jakarta, Jumat (4/7).
Habiburokhman menegaskan bahwa langkah ini merupakan bagian dari fungsi pengawasan yang dijalankan Komisi III DPR RI, mengingat Mahkamah Konstitusi adalah mitra kerja komisi tersebut.
Adapun para ahli yang diundang adalah advokat dan mantan Hakim MK Patrialis Akbar, Ketua Komisi Kajian Ketatanegaraan MPR RI Taufik Basari, dan akademisi Universitas Indonesia (UI) Valina Singka Subekti. Ketiganya diminta menjelaskan implikasi hukum serta tata kelola konstitusi ke depan pasca putusan MK tersebut.