Hari Buruh adalah panggilan sejarah untuk mengingat dan merefleksikan perjuangan kaum buruh.
Hari Buruh Internasional bukan hanya soal unjuk rasa atau peringatan seremonial. Bagi Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Puan Maharani, momen ini adalah panggilan sejarah untuk mengingat dan merefleksikan perjuangan kaum buruh yang telah tertanam sejak Indonesia dirintis sebagai sebuah republik.
Puan menyinggung langsung peran historis Presiden pertama RI, Sukarno, dalam merumuskan pemikiran perburuhan yang masih relevan hingga kini. Bung Karno, menurut Puan, bukan hanya seorang proklamator, tetapi juga seorang pemikir kelas pekerja.
“Hari Buruh di Indonesia tak terlepas dari semangat para pendiri bangsa dalam memperjuangkan hak-hak buruh, termasuk Bung Karno yang dikenal sebagai pemikir perburuhan,” kata Puan dalam peringatan May Day di Monas, Kamis (1/5).
Salah satu gagasan penting Sukarno, lanjut Puan, adalah soal “hak atas hasil keringat sendiri”, sebuah konsep yang kemudian melandasi perjuangan buruh dalam menuntut batas jam kerja yang manusiawi. Bagi Bung Karno, perjuangan buruh bukan semata urusan ekonomi, tapi bagian dari cita-cita keadilan sosial.
Di era 1950-an, Sukarno juga menggagas kebijakan pemberian Tunjangan Hari Raya (THR), yang hingga kini masih menjadi simbol perlindungan kesejahteraan pekerja menjelang hari besar keagamaan.