Setidaknya ada dua permohonan uji materi terhadap pasal-pasal yang mengatur mekanisme PAW di DPR di meja MK.
Ketentuan pergantian antar waktu (PAW) yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPRD, dan DPD (MD3) digugat publik ke Mahkamah Konstitusi (MK). Saat ini, setidaknya ada dua permohonan uji materi terhadap pasal-pasal yang mengatur mekanisme PAW di DPR.
Gugatan pertama teregistrasi dengan nomor perkara 41/PUU-XXIII/2025. Para pemohon dalam gugatan ini, yaitu Chindy Trivendy Junior, Halim Rahmansah, Insan Kamil, Muhammad Arya Ansar, dan Wahyu Dwi Kanang. Adapun gugatan kedua dilayangkan oleh Zico Leonard Djagardo Simanjuntak dan teregistrasi dengan nomor 42/PUU-XXIII/2025.
Salah satu poin utama dalam kedua gugatan itu ialah meminta MK menghapuskan atau memperbaiki isi Pasal 239 Ayat 2 Huruf d UU MD3. Tertulis pada pasal itu, anggota DPR diberhentikan antarwaktu apabila diusulkan oleh partai politiknya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Para penggugat berargumentasi pemberlakuan PAW atau recall bertentangan dengan prinsip kedaulatan rakyat. Pasalnya, meskipun dipilih langsung oleh rakyat, anggota DPR bisa "dipindahtugaskan" sesuai kehendak ketua umum parpol. Hak PAW yang dimiliki parpol juga dianggap mengancam independensi parlemen
Direktur Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP) Neni Nur Hayati setuju mekanisme PAW tak diserahkan pada parpol. Sselama ini partai mengganti legislator yang di PAW seenaknya tanpa menimbang suara rakyat. Selain itu, proses PAW anggota DPR juga kerap bermasalah.
Namun, Neni tidak sependapat PAW anggota DPR disertai pemilu di dapil asal anggota DPR yang akan diganti sebagaimana usulan para pemohon uji materi. Pemilu khusus untuk PAW, kata dia, bakal menghabiskan banyak anggaran.