DPD 'hidup segan mati tak mau': Sudah saatnya bubar?

Anggota DPD RI terbelah. Ada yang ingin lembaga tersebut dilebur ke DPR. Ada pula yang ingin DPD tetap berdiri sendiri.

Ketua DPD RI La Nyalla Matalitti memimpin sidang paripurna ke-2 masa sidang I tahun 2023-2024 di Gedung Nusantara V, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Jumat (18/8). /Foto dok. DPD RI

Wacana pembubaran Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI kembali bergulir. Tak seperti biasanya, wacana tersebut diembuskan oleh anggota DPD RI sendiri, yakni Jimly Asshiddiqie. Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu menyebut eksistensi DPD RI saat ini bak lembaga swadaya masyarakat (LSM). 

"Dia (DPD) hanya memberi saran, pertimbangan, usulan, tapi enggak pernah didengar. Jadi, dia tidak memutuskan. Padahal, ini lembaga resmi," kata Jimly kepada wartawan di Kompleks DPR RI, Senayan, Jakarta, belum lama ini. 

Pembubaran DPD, lanjut Jimly, bisa dilakukan via amendemen konstitusi. Nantinya, fungsi DPD sebagai wakil daerah bisa digantikan dengan membentuk fraksi utusan daerah di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Perwakilan daerah tersebut bisa berperan dalam melaksanakan fungsi legislasi, pengawasan, dan anggaran.

Ia juga mengusulkan adanya utusan golongan yang menjadi fraksi sendiri di Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) untuk mewakili kelompok yang tidak direpresentasikan partai politik, semisal kelompok organisasi masyarakat (ormas). 

"Tapi, khusus untuk fraksi utusan golongan hanya adhoc. Dia hanya ikut rapat kalau ada sidang MPR. Kalau perwakilan daerah itu harus dilembagakan di DPR supaya dia ikut mengambil keputusan. Itu kira-kira esensinya," kata Jimly.