Fraksi PAN harap MK tidak membatalkan keputusan hakim sebelumnya soal sistem proposional tertutup

Dalam konteks pengujian UU pemilu di MK, kelihatannya ada beberapa isu strategis lain yang tidak dikabulkan oleh MK.

Petugas keamanan melintas di depan Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis (23/5/2019). Foto Antara

Ketua Fraksi PAN DPR, Saleh Partaonan Daulay meminta hakim Mahkamah Konstitusi (MK) konsisten dengan keputusan hakim sebelumnya dalam memutuskan uji materi atau judicial review Undang-undang Kepemiluan terkait sistem proporsional tertutup. Menurutnya, sampai ada dugaan bahwa MK cenderung tidak berlaku adil karena lebih memilih salah satu sistem dari pada yang lainnya.

"Saya tentu tetap berharap agar para hakim konstitusi tetap konsisten dengan putusan yang sudah pernah dibuat oleh para hakim sebelumnya. Ini penting untuk menjaga wibawa dan kepercayaan masyarakat kepada lembaga peradilan kita. Terutama kepada Mahkamah Konstitusi yang lebih dikenal sebagai the guardiance of the constitution," ujar Saleh kepada wartawan di Jakarta, Jumat (30/12). 

Menurut Saleh, sejak 2008, sistem pemilu yang dipakai adalah sistem proporsional terbuka. Sistem tersebut diberlakukan sebagai bentuk ketaatan kepada putusan MK tanggal 23 Desember 2008 yang menyatakan bahwa pasal 214 huruf a, b, c, d, dan e tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Dengan begitu, MK menyatakan bahwa sistem pemilu yang digunakan adalah sistem suara terbanyak.

"Keputusan MK itu sudah benar. Buktinya, sudah dipakai berulang kali dalam pemilu kita. Setidaknya pada pemilu 2009, 2014, dan 2019. Sejauh ini tidak ada kendala apa pun. Masyarakat menerimanya dengan baik. Partisipasi politik anggota masyarakat juga tinggi. Sebab, dengan sistem itu, siapa pun berpeluang untuk menang. Tidak hanya yang menempati nomor urut teratas," katanya.

Saleh mengutip argumen Hakim Konstitusi, Arsyad Sanusi dalam bagian pertimbangan putusan pada 2018. Bahwa sistem penetapan anggota legislatif berdasarkan nomor urut bertentangan dengan prinsip kedaulatan rakyat yang dijamin konstitusi. Hal tersebut merupakan pelanggaran atas kedaulatan rakyat. Sebab, kehendak rakyat yang tergambar dari pilihan mereka tidak diindahkan dalam penetapan anggota legislatif.