Isu RUU Pemilu terjebak pada 2 persoalan klasik

Ada dua alasan mengapa DPR-pemerintah perlu lanjutkan bahas RUU Pemilu.

Peneliti Kode Inisiatif Muhammad Ihsan Maulana, dalam webinar bertajuk "Maju Mundur RUU Pemilu," ditayangkan di akun YouTube Perludem, Minggu (7/2). Alinea.id/Achmad Al Fiqri.

Lembaga riset Konstitusi dan Demokrasi (Kode) Inisiatif memberikan dua alasan mengapa Revisi Undang-Undang Pemilihan Umum perlu dilakukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI.

Pertama, ada kewenangan pembentukan badan peradilan khusus seperti yang diamanatkan dalam Pasal 125 ayat (2) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.

"Kalau kita memaknai Pasal 157 ayat (2), maka sangat dimungkinkan ada RUU Pemilu untuk mengakomodir, bagaiamana desain peradilan khusus ini," kata peneliti Kode Inisiatif Muhammad Ihsan Maulana, dalam webinar bertajuk "Maju Mundur RUU Pemilu," yang ditayangkan di akun YouTube Perludem, Minggu (7/2).

Isu Rancangan Undang (RUU) Pemilu saat ini terjebak pada dua persoalan klasik yakni sistem pemilihan, dan ambang batas. Padahal, kata dia, ada kewenangan yang harus dipenuhi para pemangku kebijakan untuk merumuskan badan peradilan khusus.

"Terus tiba-tiba mereka belum jawab ini dan mereka katakan bahwa tidak perlu lakukan RUU Pilkada. Lantas, gimana konsekuensi peradilan khusus? padahal Pasal 157 (2) peradilan khusus itu harus dibentuk sebelum pelaksanaan pemilu serentak nasional yaitu akan jatuh di 2024," ucapnya.