Mencari angka ideal ambang batas parlemen

Wacana kenaikan ambang batas parlemen yang digagas PDI-P, NasDem dan Golkar menuai pro-kontra.

Wacana kenaikan ambang batas parlemen kembali menyembul di Gedung DPR. Ilustrasi Alinea.id/Dwi Setiawan

Sekira dua pekan setelah PDI-P menggelar rapat kerja nasional, tujuh sekretaris jenderal partai politik nonparlemen berkumpul di kantor Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian di Jalan Merdeka Utara, Jakarta Pusat. Dalam pertemuan di penghujung Januari itu, beragam isu mengenai pemilu mereka bahas. 

Selain persoalan-persoalan teknis mengenai pemilu, rekomendasi PDI-P agar ambang batas parlemen atau parliamentary threshold (PT) naik menjadi 5% juga menjadi pembahasan para sekjen. Parpol-parpol nonparlemen satu suara menolak wacana yang berkembang di rakernas PDI-P itu. 

Forum sekjen parpol nonparlemen kembali berkumpul di Jakarta, Kamis (12/3 lalu atau empat hari setelah NasDem dan Golkar ikut-ikutan mendukung wacana kenaikan ambang batas parlemen. Tak tanggung-tanggung, kedua parpol pendukung pemerintah itu ingin agar ambang batas naik menjadi 7%. 

Usai pertemuan itu, Sekjen Partai Berkarya Priyo Budi Santoso menyebar siaran pers "emosional" kepada wartawan. Isinya mengecam wacana kenaikan ambang batas parlemen yang diusulkan NasDem dan Golkar.  

"Tanggung kalau hanya 7%. Sekaligus langsung PT 20%. Maka, hanya akan ada satu partai yang memenuhi syarat sehingga terbentuk kabinet presidensial murni. Pemerintahan tenang seperti Orde Baru," kata  Priyo.