Pembahasan RUU Pemilu tidak boleh seperti RUU KPK

Pembahasan regulasi badan antiikorupsi itu terkesan tertutup dari ruang publik.

Warga mendapat penjelasan dari petugas tentang berbagai dokumentasi Pemilu di Galeri Literasi Demokrasi di Kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU) Solo, Jawa Tengah, Senin (6/1).Foto Antara/Maulana Surya/wsj.

Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta DPR dan pemerintah untuk dapat bersikap partisipatif dalam membahas revisi Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu) atau RUU Pemilu. Misalnya, membahas bersama penyelengara pemilu seperti KPU, dan Bawaslu.

Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini, meminta DPR dan pemerintah tidak melakukan pembahasan RUU Pemilu seperti revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Menurutnya, pembahasan regulasi badan antiikorupsi itu terkesan tertutup dari ruang publik.

"Semoga DPR dan pemerintah tidak mengulangi pola-pola pembahasan undang-undang KPK, Undang-Undang MD3 yang menutup pintu dari ruang-ruang partisipasi publik untuk bahas RUU Pemilu," kata Titi, saat ditemui di kawasan Jakarta Selatan, Minggu (2/2).

Dia meminta, pembahasan regulasi pemilu itu dapat dilakukan secara terbuka, dan terhitung setiap dampak positif maupun negatif. "Kami meminta, (pembahasan RUU Pemilu) prosesnya terbuka kepada publik, tidak dilakukan di belakang pintu, dan betul-betul menghitung setiap dampak dari pilihan-pilihan kebijakan dari sisi teknis di lapangan, dan dampaknya pada pemilih, penyelenggara pemilu, dan peserta," ucap dia. 

Di samping itu, DPR dan pemerintah tidak mengatur secara detail teknis pelaksanaan pemilu dalam regulasi tersebut. Menurutnya, akan lebih efektif jika regulasi tersebut dapat merumuskan nilai-nilai dasar yang harus dipadomi oleh seluruh pemangku kepentingan, seperti penyelenggara dan peserta pemilu.