Politik 2020: Muram, gaduh, dan marak aksi protes

Gelombang aksi unjuk rasa diprediksi bakal mewarnai jagat politik pada 2020.

Unjuk rasa menolak rencana DPR merevisi UU KPK dan mengesahkan revisi KUHP di depan Gedung DPR pada akhir September 2019 berlangsung ricuh. /Antara Foto

Tahun 2019 adalah tahun protes. Selain protes rutin semisal aksi demonstrasi kaum buruh, setidaknya ada dua gelombang aksi unjuk rasa besar yang terjadi di tahun politik itu. 

Gelombang aksi unjuk rasa besar pertama terjadi pada pertengahan 2019. Unjuk rasa bertema menolak hasil Pilpres 2019 itu dihelat di depan Gedung Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Thamrin, dan sejumlah titik di Jakarta pada 21-23 Mei. 

Unjuk rasa itu disebut-sebut digerakkan oleh elite-elite politik pendukung Prabowo-Sandi. Tujuannya, mendelegitimasi keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang menetapkan pasangan Joko Widodo dan Ma'ruf Amin sebagai pemenang pilpres. 

Kedua, gelombang aksi protes menolak revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Tindak Pidana Korupsi dan revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan sejumlah RUU lainnya. Aksi tersebut dikibarkan mahasiswa yang tergabung dalam Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM-SI) di penghujung September 2019. 

Tak hanya di Jakarta, protes massal juga terjadi secara serempak di berbagai kota di Indonesia. Menurut catatan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (KomnasHAM), total ada belasan orang meninggal dalam dua gelombang aksi unjuk rasa berdarah tersebut.