Politik

Problem subjektivitas penyidik dalam draf RKUHAP

Diskresi penyidik ada pada penangkapan, penggeledahan, penyitaan, dan penyadapan pada RKUHAP.

Selasa, 22 Juli 2025 10:00

Draf revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) dipersoalkan Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pembaharuan KUHAP. Salah satu poin yang menjadi sorotan ialah terkait kewenangan penyidik yang diperluas dalam proses perjalanan perkara. 
 
Dalam proses penahanan, misalnya, RKUHAP memberikan wewenang kepada polisi untuk menahan seseorang tanpa izin pengadilan dengan dalih keadaan mendesak. 

"Makna mendesak diserahkan kepada penyidik. Ruang diskresi yang rentan disalahgunakan!" tulis Koalisi dalam petisi bertajuk Tolak RKUHAP Abal-Abal yang diunggah di laman Change.org. Sejak diluncurkan sekira dua pekan lalu, petisi itu sudah ditandatangani lebih dari 10 ribu orang. 

Penyidik juga berhak mengeluarkan diskresi dalam penggeledahan, penyitaan, dan penyadapan. Sebagaimana isi pasal 105 jo 106, misalnya, penggeledahan bisa dilakukan tanpa izin pengadilan jika dalam keadaan mendesak. 

"Dan bukan hanya pada benda yang terkait dengan tindak pidana. Makna mendesak diserahkan kepada penilaian subyektif penyidik," jelas Koalisi. 

Guru besar hukum acara pidana Universitas Soedirman (Unsoed) Prof. Hibnu Nugroho menegaskan pentingnya penguatan mekanisme kontrol dalam RKUHAP. Ia menilai meski penyidik memiliki kewenangan dalam proses pidana seperti penangkapan, penyitaan, hingga penyadapan, kewenangan tersebut tidak boleh bersifat subjektif mutlak.

Adityia Ramadhani Reporter
Christian D Simbolon Editor

Tag Terkait

Berita Terkait