close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi advokat. Foto Freepik.
icon caption
Ilustrasi advokat. Foto Freepik.
Peristiwa
Kamis, 17 Juli 2025 10:13

Problem "pocket lawyer" dalam draf RKUHAP

Petisi "Tolak RKUHAP Abal-Abal" sudah ditandatangani lebih dari 7.000 orang.
swipe

Draf revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) dipersoalkan Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pembaharuan KUHAP. Salah satu poin yang menjadi sorotan, sebagaimana isi petisi Koalisi yang diunggah di laman Change.org, ialah terkait bantuan hukum. 

Menurut Koalisi, bantuan hukum untuk kelompok rentan tidak diakomodasi dalam draft RUU tersebut. Bantuan hukum hanya disediakan untuk tersangka yang tidak mampu atau tidak mempunyai advokat sendiri yang diancam pidana kurang dari 5 tahun. 

"Keadilan untuk semua hanya akan jadi jargon karena bantuan hukum tidak untuk semua orang," tulis Koalisi dalam petisi bertajuk "Tolak Revisi KUHAP Abal-Abal". Petisi itu tayang sejak pekan lalu dan sudah ditandatangani lebih dari 7.000 orang. 

Jika tersangka tidak mampu atau tidak punya kuasa hukum, menurut Koalisi, justru penyidik yang akan menunjuk pengacara — bukan si tersangka yang memilih. Itu tertera pada pasal 145 ayat (1) draf RKUHAP. 

"Ini membuka ruang praktik kuasa hukum formalitas atau pocket lawyer, yang hanya jadi pelengkap tanpa membela kepentingan hukum tersangka," jelas Koalisi. 

Para pocket lawyer ialah pengacara yang ditunjuk oleh negara hanya demi memenuhi hal-hal formal prosedural dalam proses hukum. Praktik hukum model itu lazim berkembang di negara-negara Balkan dan Eropa Timur.

Manajer Program the Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Maidina Rahmawati menilai seharusnya RKUHAP mengatur hak tersangka yang tidak mampu membayar advokat.  

"Kami duga ini dihapus karena RUU KUHAP ini terus bilang (penunjukkan advokat gratis) enggak mengubah apa-apa. Lantas kalau tidak mengubah kondisi sekarang, apa reformasinya," kata Maidina kepada Alinea.id di Jakarta, Rabu (16/7). 

Bukan sekadar disediakan advokat, menurut Maidina, para tersangka semestinya juga diberikan hak untuk memilih pembela mereka di ruang sidang. 

"Seringkali advokat justru dekat dengan polisi, malah tidak berdiri di kepentingan kliennya," jelas Maidina. 

Dosen hukum pidana dari Universitas Mulawarman, Orin Gusta Andini sepakat RKUHAP semestinya mengatur "alokasi" pengacara yang dibiayai negara untuk para tersangka. Menurut Orin, aturan terkait itu harus dirinci. 

"Di RKUHAP, menurut saya masih abu-abu. Harusnya bunyi pasalnya secara eksplisit menyatakan bahwa penunjukan pengacara oleh penyidik hanya jika tersangka tidak mampu membiayai sendiri dan tidak memilih sendiri," kata Orin kepada Alinea.id. 

Dalam KUHAP yang lama, aturan mengenai penunjukan pengacara (penasihat hukum) diatur dalam beberapa pasal, terutama Pasal 54, 55, dan 56. Pasal-pasal ini menjamin hak tersangka atau terdakwa untuk mendapatkan bantuan hukum, termasuk hak untuk memilih sendiri penasihat hukumnya sendiri. 
 

img
Kudus Purnomo Wahidin
Reporter
img
Christian D Simbolon
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan