Sekolah politik calon penguasa: Beban atau kewajiban?

Menteri Tito mengusulkan agar semua calon kepala daerah lulus sekolah politik sebelum resmi diusung.

Calon kepala daerah diusulkan ikut sekolah politik terlebih dahulu sebelum resmi diusung parpol. Ilustrasi Alinea.id/Dwi Setiawan

Sejak masih berstatus sebagai mahasiswa di Universitas Gadjah Mada (UGM), Garda Maharsi sudah tertarik untuk bergabung dengan Partai Demokrasi Indonesia-Perjuangan (PDI-P). Selain karena jatuh cinta dengan pemikiran Bung Karno, Garda mengaku ingin mengikuti jejak para senior. 

"Rekan-rekan sejawat saya, terutama yang senior, itu ada di PDI-P," kata Garda saat berbincang dengan Alinea.id di kantin DPR, Senayan, Jakarta, Senin (13/1). 

Garda aktif di Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) saat kuliah. Di GMNI, Garda bahkan sempat menduduki posisi puncak sebagai ketua dewan pembina untuk wilayah Jateng dan Yogyakarta. 
 
Secara politik, organisasi mahasiswa itu dekat dengan PDI-P. "Ya, (GMNI) membuat saya banyak berhubungan dengan orang-orang PDI-P," kata pria berusia 28 tahun itu. 

Saat ditemui, Garda tampak mengenakan pakaian dan atribut serba merah khas PDI-P yang dipadukan dengan celana pantalon hitam. Berkas-berkas menumpuk di sisi meja pria berusia 28 tahun itu. 

Kini, Garda memang bekerja sebagai tenaga ahli (TA) anggota Komisi VIII dari fraksi PDI-P Selly Andriany Gantina. Sebelum jadi TA, Garda tercatat sebagai caleg dari PDI-P untuk dapil Lampung II pada Pileg 2019. Namun, Garda gagal melenggang ke Senayan. "Ini penugasan dari partai," kata dia.