SKB 11 instansi dikritik berbau Orde Baru

SKB tersebut dinilai potensial melanggar hak kebebasan berpendapat yang dimiliki warga negara.

Aparatur Sipil Negara (ASN) bercadar beraktivitas menyeleksi berkas pembuatan Kartu Keluarga (KK) di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) Pemerintah Kota Banda Aceh, Aceh, Jumat (1/11). /Antara Foto

Anggota Komisi II fraksi Partai Gerindra Sodik Mudjahid mengkritik penerbitan Surat Keputusan Bersama (SKB) 11 Menteri dan Kepala Lembaga Negara tentang Penanganan Radikalisme pada Aparatur Sipil Negara (ASN). Menurut dia, penerbitan SKB itu sebuah kemunduran dan potensial melanggar hak asasi para ASN. 

"Ya, benar sekali, ya. Saya jadi teringat pegawai negeri zaman Orde Baru. Nanti, jangan-jangan nanti pemilu pun dilaksanakan di kantornya (ASN)," kata Sodik kepada wartawan di Gedung DPR, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (25/11).

Salah satu substansi dalam SKB yang dipersoalkan Sodik ialah terkait aturan berpendapat di media sosial bagi ASN. Menurut dia, aturan tersebut bakal mengekang kebebasan berpendapat warga sipil dan masuk dalam kategori tindakan represif. 

Ketimbang mengurusi media sosial ASN, menurut Sodik, ada banyak tindakan terukur yang bisa ditempuh pemerintah untuk mengerem penyebaran paham radikal di kalangan ASN. Ia mencontohkan penguatan deteksi intelijen dan penegakan hukum oleh aparat keamanan terhadap ASN yang melanggar aturan. 

"Dengan perlakuan yang tidak pas, maka kita khawatirkan yang terjadi sebaliknya. Bukan mereka (ASN) makin loyal, bukan mereka makin sesuai harapan pemerintah, justru mereka memendam sesuatu. Akibatnya apa? Produktivitas yang kita harapkan tidak terjadi," ujar dia.