sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Asa AirAsia warnai bisnis ojek online di Indonesia

Rencana masuknya AirAsia Ride akan mendobrak oligopoli Super App Gojek dan Grab.

Qonita Azzahra
Qonita Azzahra Sabtu, 06 Nov 2021 07:02 WIB
Asa AirAsia warnai bisnis ojek online di Indonesia

Indonesia masih menjadi sasaran empuk bagi bisnis ride hailing atau ojek online. Pemain ride hailing baik lokal maupun internasional berbondong-bondong menawarkan jasanya di Tanah Air. Kondisi ini semakin membuat bisnis kian ramai setelah dominasi aplikasi bercorak hijau, Gojek dan Grab.

Jumlah penduduk yang mencapai 270 juta jiwa dan pengguna internet sebanyak 202,6 juta, serta potensi ekonomi digital Indonesia yang diperkirakan mencapai Rp1.700 triliun di tahun 2025 adalah alasannya. Meski Gojek dan Grab sudah tersebar hampir di seluruh wilayah Indonesia, pelaku bisnis ojol baru tidak merasa gentar.

Sebut saja pemain-pemain baru lokal, seperti Oke Jack, INDOJEK, Ojek Argo, Bojek, AJO, hingga Crab Jack yang sampai saat ini masih hilir mudik di jalanan. Dari luar negeri, ada perusahaan ride hailing asal Rusia, Maxim dan InDriver, yang meskipun masih kalah pamor dengan Gojek dan Grab, namun perlahan-lahan mulai dapat mengembangkan pasarnya sendiri.

Tidak berhenti di situ, menariknya pasar digital Tanah Air, membuat perusahaan penerbangan murah asal Malaysia, AirAsia tertarik untuk masuk ke dalam ekosistem ride hailing Indonesia. Meski saat ini aplikasi ojol AirAsia, AirAsia Ride masih beroperasi di negeri asalnya, namun CEO AirAsia Group Tony Fernandes berencana membawa lini bisnis anyarnya itu ke beberapa negara lain, seperti Thailand, Filipina, Singapura, dan Indonesia. 

Dia bilang, keputusan Perseroan untuk memperluas lini bisnis ke industri ride hailing ialah agar bisa mendapatkan kecepatan dan konversi. Di saat yang sama, perusahaan juga berusaha menawarkan kepraktisan kepada para konsumen, karena menurutnya setiap penumpang pesawat akan memesan taksi juga untuk ke bandara atau dari bandara menuju tempat tujuan akhir mereka.

"Selain itu, layanan berbagi tumpangan ini juga bagian dari rencana perusahaan untuk membuat Super App," kata Fernandes, beberapa waktu lalu.

Ilustrasi Unsplash.com.

Terpisah, CEO AirAsia Super App Amanda Woo menjelaskan, untuk merealisasikan rencana masuknya AirAsia Ride di Indonesia, perusahaannya itu tengah melakukan diskusi dengan para pemain kunci bisnis ride hailing, Gojek dan Grab. Kata dia, dengan ketatnya peesaingan ride hailing di Indonesia, membuat perseroan lebih memilih untuk mengajak pendahulunya berkolaborasi, alih-alih bersaing.
 
"Mengingat pasar utama kami adalah Indonesia, kami memiliki jalur peluncuran yang kuat," ungkap dia, kepada Alinea.id, Jumat (29/10).

Sponsored

Tidak hanya berfokus pada pengantaran penumpang saja, AirAsia Ride juga bisa melakukan pengantaran makanan dan paket. Kemudian, ada juga peluang layanan ride hailing tersebut akan terintegrasi dengan Teleport, cabang logistik untuk melengkapi layanan logistik dan pengiriman. Selain itu, dapat juga bersinergi secara vertikal dengan e-commerce AirAsia Ride untuk mendapatkan kemampuan pengiriman last-mile yang ada dengan jangkauan yang lebih luas dan besar.

"Memanfaatkan kumpulan driver yang sama untuk efisiensi maksimum dan penghematan biaya," lanjut Woo.

Direktur Eksekutif Institut Studi Transportasi (Instran) Deddy Herlambang menilai masuknya AirAsia ke bisnis ride hailing adalah hal yang wajar. Apalagi, di masa pandemi Covid-19 ini, industri penerbangan tengah mengalami kejatuhan, lantaran berbagai negara menerapkan kebijakan pembatasan mobilitas masyarakat. 

Pada saat yang sama, sektor transportasi, utamanya ojek online tengah naik daun seiring dengan makin berkembangnya teknologi dan bertambahnya jumlah pengguna internet. Pun dengan layanan door to door untuk bisnis logistik, jasa antar barang hingga pengantaran makanan. 

"Meskipun sudah ada Gojek, Grab dan Shopee untuk pengiriman makanan, tapi masuknya AirAsia ini bisa jadi pilihan baru untuk masyarakat," tuturnya, saat dihubungi Alinea.id, Senin (1/11).

Driver Gojek memproses pesanan makanan di sebuah warung. Foto Reuters.

Namun, alih-alih layanan ojol, Deddy bilang, akan lebih baik jika AirAsia bisa menggarap sektor logistik di Tanah Air. Dengan core bisnis penerbangan, perseroan lantas dapat mengintegrasikannya dengan transportasi darat via online

"Jadi, kalau ada yang pesan makan dari daerah lain, itu bisa diantar same day. Dengan pesawat yang pasti mereka punya jadwalnya tiap hari, kemudian turun dan bisa langsung diantar oleh transportasi darat yang tersedia," jelas dia.

Upaya bertahan

Terpisah, Ketua Umum Indonesian Digital Empowering Community (IDIEC) M. Tesar Sandikapura menilai, langkah AirAsia untuk masuk ke lini ride hailing nasional kemungkinan adalah untuk tetap memberdayakan pegawai-pegawainya yang ada di Indonesia. Pasalnya, core bisnis perusahaan tersebut juga tak luput dari hantaman pandemi, seperti perusahaan penerbangan lain.

Seperti yang telah diketahui, selama sembilan kuartal berturut-turut, AirAsia telah merugi. Dengan kerugian bersih senilai 24,6 miliar ringgit (US$5,9 miliar) pada kuartal kedua tahun ini. Sebaliknya, lini bisnis AirAsia di sektor logistik, Teleport menjadi salah sektor yang berkembang pesat. Anak perusahaan ini mampu membukukan pendapatan positif sebesar US$55,9 juta atau sekitar Rp794 miliar pada tahun lalu, meningkat 10 kali lipat dibandingkan pendapatan di 2018.

Ilustrasi Alinea.id/Aisya Kurnia.

"Pemberdayaan ini saya pikir cuma akan berlaku sementara. Setelah industri (penerbangan-red) pulih, pegawainya bisa milih, mau tetap di AirAsia Ride atau balik ke penerbangan," kata dia, Selasa (2/11).

Tesar melanjutkan, saat ini AirAsia Ride memang hanya tersedia di Negeri Jiran saja. Namun, untuk masuk ke Indonesia, hal itu hanya masalah waktu. Setelah segala perizinan dan hal lain yang berkaitan dengan regulasi telah selesai diurus, dia yakin, ojol dan taksi online AirAsia bakal segera mengaspal di nusantara. 

Apalagi, saat ini AirAsia telah memiliki sumber daya manusia (SDM) dan teknologi yang mumpuni untuk ikut terjun ke dalam bisnis ride hailing. Selain itu, AirAsia pun telah memiliki bekal untuk masuk ke lini transportasi online, dengan aksi akuisisi yang dilakukannya terhadap Gojek di Thailand. 

Pada 7 Juli lalu, AirAsia melalui AirAsia Digital mengakuisisi Gojek di Thailand dengan harga US$50 juta. Dari proses tersebut, Perusahaan Malaysia itu sekarang mengoperasikan layanan ride hailing dan fintech (teknologi finansial) Gojek di Thailand.

Dengan bekal tersebut, AirAsia seharusnya bisa membuat layanan yang lebih baik dari Gojek. Apalagi, saat ini AirAsia Ride telah melaju di negeri asalnya. "Kalau Tony niat, mungkin saja AirAsia Ride sudah bisa masuk ke Indonesia di awal 2022," imbuhnya.

Ihwal persaingan, Tesar menilai, AirAsia Ride akan menjadi saingan ketat Gojek. Bahkan, jika layanan ride hailing dari perusahaan aviasi itu masuk dengan tarif murah dan model bisnis baru, bisa saja akan lebih populer. Meski saat ini dominasi ride hailing Gojek cukup kuat hampir di seluruh wilayah Indonesia.

Lebih lanjut, Tesar menjelaskan, saat ini baik Gojek maupun Grab memiliki tarif tinggi, yang hampir sama. Keduanya pun tak bisa menaikkan tarif, lantaran tidak ada inovasi di sektor ride hailing mereka. Bahkan, khusus Gojek, rencana IPO (Initial Public Offering) membuat startup yang masuk dalam ekosistem Go To Group tersebut mempercantik kinerja perusahaannya. 

"Itu cuma bisa dilakukan kalau Gojek menaikkan tarif ojolnya. Nah, itulah saatnya AirAsia Ride masuk," bebernya.

Potensi ekonomi digital Asia Tenggara. (Sumber: Laporan E-conomy South East Asia 2020 oleh Google, Temasek, dan Bain&Company).
Negara 2015 2019 2020 2025 (estimasi)
Indonesia US$8 miliar US$40 miliar US$44 miliar US$124 miliar
Malaysia US$5 miliar US$10,7 miliar US$11,4 miliar US$30 miliar
Filipina US$2 miliar US$7,1 miliar US$7,5 miliar US$28 miliar
Singapura US$7 miliar US$12 miliar US$9 miliar US$22 miliar
Thailand US$6 miliar US$16 miliar US$18 miliar US$53 miliar
Vietnam US$3 miliar US$12 miliar US$14 miliar US$52 miliar

Tarif murah

Sementara itu, menurut CEO AirAsia Malaysia Lim Chiew Shan, saat ini sudah ada 1.500 driver yang terdaftar dalam layanan AirAsia Ride. Dia menilai, ke depannya, jumlah itu akan bertambah signifikan, mengigat animo masyarakat yang luar biasa. 

Terlebih, driver AirAsia Ride bisa mengambil untung sebesar 85%, tidak termasuk biaya jalan tol yang tentunya sangat menarik. Di saat yang sama, driver layanan taksi online itu juga diperbolehkan untuk mengambil pesanan lain, seperti pengantaran paket atau makanan. Ditambah tarifnya yang cukup murah, yakni 1 Ringgit atau sekitar Rp3.448 per kilometer bisa saja membuat driver kebanjiran pesanan.

"Lalu dalam waktu dekat, pelanggan bisa menggunakan poin khusus untuk membayar tarif perjalanan mereka," kata Lim, dikutip dari Malaymail.com.

Tesar Sandikapura menambahkan hal itu semua diperkuat oleh status AirAsia yang saat ini telah menyandang status sebagai unikorn dan juga Super App. Meski belum sebesar ekosistem Super App Gojek ataupun Go To Group, namun dia menilai, posisi AirAsia sebagai salah satu penyedia online travel agent (OTA) di Asia Tenggara sudah cukup kuat. 

Seperti yang telah diketahui, sampai saat ini AirAsia Super App telah memiliki 17 lini bisnis yang dipimpinnya. Beberapa lini bisnis tersebut antara lain, penerbangan dengan AirAsia Airlines, logistik dengan Teleport, marketplace degan AirAsia.com, Financial Service dengan BigPay, Loyalty Program dengan BIGLife, serta makanan dan minuman dengan Santan.

Selain Teleport yang membukukan pendapatan positif, lini bisnis marketplace AirAsia.com pun telah membukukan pendapatan yang juga cukup memuaskan. Meskipun belum profit, pendapatan situs ini meningkat lebih dari tiga kali lipat, menjadi sekitar Rp36 triliun di kuartal-IV tahun 2019. Dengan gross booking value mencapai Rp18 triliun atau naik 15%.

Layanan pesan antar makanan Grab. Foto Reuters.

Tantangan besar

Dihubungi terpisah, Ekonom Center of Reform of Economics (CORE) Yusuf Randy Manilet menilai, jalan AirAsia Ride di sektor ride hailing nasional akan sulit. Terlebih, perusahaan penerbangan itu harus berhadapan langsung dengan Gojek dan Grab.

"Tentu ini menambah peta persaingan transportasi online di Asia Tenggara khususnya. Tentu tidak mudah kemudian masuk ikut bersaing di pasar oligopoli yang sudah diisi oleh dua raksasa seperti Grab dan Gojek," kata dia, Minggu (31/10).

Menurutnya, jika ingin masuk ke Indonesia AirAsia harus melakukan langkah ekstra. Belum lagi, membangun ekosistem pasar yang cepat juga menjadi pekerjaan rumah (PR) terbesar perusahaan itu. Untuk itu, menurutnya AirAsia harus melakukan promosi besar-besaran untuk menggaet minat pasar. 

Pertumbuhan jasa pengantaran makanan dan ride hailing di Asia Tenggara. (Sumber: Laporan Economy South East Asia 2020 oleh Google, Temasek, dan Bain&Company).
Sektor 2015 2019 2020 2025 (estimasi)
Pengantaran makanan US$0,4 miliar US$5 miliar US$6 miliar US$23 miliar
Ride hailing/transportasi US$2 miliar US$8 miliar US$5 miliar US$19 miliar

"Masalah bertahan atau tidak itu masih belum tahu. Tapi yang pasti mereka harus kuat di promosi dan ekosistemnya dulu," tegas dia.

Yusuf menambahkan, tantangan terbesar AirAsia adalah untuk menghadapi dominasi Gojek dan Grab di pasar ride hailing di Tanah Air. Khusus Gojek, berdasarkan data Statista, jumlah pengguna aktif bulanan (monthly active user/MAU) perusahaan ride hailing ini pada November 2019 mencapai 29,2 juta pengguna. Di Vietnam pada periode yang sama, jumlah MAU adalah sebesar 4,3 juta pengguna, dan di Thailand sebanyak 2 juta pengguna. 

Sepuluh tahun berlalu, pada 2020 lalu jumlah pengguna aktif Gojek tercatat sekitar 38 juta pengguna di Asia Tenggara. Dengan lebih dari 2 juta driver yang sudah bergabung dengan ekosistem Gojek.

Selain itu, sebagai Super App, perusahaan yang berdiri pada tahun 2010 lalu telah memiliki berbagai layanan, seperti GoRide dan GoCar, GoFood, GoPlay (layanan streaming hiburan), GoClean sampai GoMassage (kedua layanan yang ada di GoLife ini dihentikan setelah pandemi melanda). Gojek juga menyediakan layanan pengiriman barang (GoSend), GoPulsa, hingga GoMart. Gojek juga salah satu aplikasi yang terintegrasi dengan Peduli Lindungi.

Berita Lainnya
×
tekid